Kekasih menggamit lenganku, meniti hari-hari satu-satu. Jauh di relung rindu ada jembatan kalbu yang belum tertinggal sepenuhnya olehmu. Aku tau itu di setiap tundukanmu setelah bibir kita beradu. Apakah kita menjadi dua orang bodoh yang mengoyak-ngoyak mesra tanpa bisa menata apa yang orang sebut kepastian.
Deruan godaan jaman, seperti bukan hal aneh jika sepasang kekasih mencumbui relung imaji menjadikannya peluh yang berguguran di atas sprei kamar. Lantas mengapa kewajaran baik yang kamu lakukan seakan keanehan yang aku ragukan. 2 tahun menjalin asmara tanpa… ah kalian pasti tau apa maksudku, bukan?
Di dalam sini sedang ada pertengkaran. Bukan antara malam dan cuaca meributkan angin yang tak pernah bisa setia. Melainkan antara nalar dan naluri tentang kamu dengan benteng kokoh yang aku kira itu keraguan.
"Apa aku kurang cantik? Apa aku kurang menarik sampai menjamahku pun dia tak pernah mau,” naluriku berontak.
"Bukankah bagus? Begitu menjaga sebelum waktunya dia berhak menjamahnya,” nalar menjawab bijak.
"Mungkin."
"Percayalah, pria yang bekerja sampai larut itu hanya ingin menghalalkanmu.
Menggadai malu, ketika berdua kita menggurat malam berselambu. Ada hasrat yang sudah sampai ke ubun-ubun dan nafsu yang belum temui peredanya. Aku melenguh pelan ketika sentuhan lembutmu sampai ke pangkalnya. Tiba-tiba kamu memalingkan wajahmu dan keluar dari dalam kamar. Lalu kita sama-sama diam, mencoba meredakan nafas yang setengah tersengal. Mengapa menggandakan duka setiap kali kita hendak bercinta?
Menggadai malu, ketika berdua kita menggurat malam berselambu. Ada hasrat yang sudah sampai ke ubun-ubun dan nafsu yang belum temui peredanya. Aku melenguh pelan ketika sentuhan lembutmu sampai ke pangkalnya. Tiba-tiba kamu memalingkan wajahmu dan keluar dari dalam kamar. Lalu kita sama-sama diam, mencoba meredakan nafas yang setengah tersengal. Mengapa menggandakan duka setiap kali kita hendak bercinta?
Esok paginya, kamu terduduk di depan makam dan aku berdiri bingung di belakang. Semak bergoyang mengantarkan kalimat lembutmu yang sampai ke telingaku lalu menyengatnya pelan. Jasad di bawah nisan itu kekasih lamamu. Kekasih lamamu yang mati dalam kerusuhan bertahun-tahun lalu. Kekasih lamamu yang direnggut kehormatannya oleh beberapa pemuda dan terenggut pula ereksimu ketika gadis itu menangis, sampai hilang nyawanya di hadapanmu.
Kamu memprosakan dengan cantik..
ReplyDeleteJika itu sebuah soneta mungkin akan lebih dalam untuk pemaknaan nya.... Sory sdikit masukan
ReplyDelete