Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2016

Hujan, Kenangan, dan Pria yang Tidak Sabaran

Hujan sudah mengguyur sebagian wilayah Indonesia dengan intensitas sedang sampai lebat. Sudahkah kotamu diselimuti awan mendung beberapa hari terakhir? Sore itu saya merasakan air hujan mulai turun dari langit Yogyakarta untuk pertama kalinya. Tidak lebat, hanya tetes-tetes air yang terlihat dari kaca jendela lantai dua.   “Akhirnya hujan.”   Seorang pria di sebelah saya sedikit menengok ke arah langit. Beberapa hari ini kami sama-sama penat dengan cuaca mendung tanpa angin yang membuat kegerahan. Pendingin ruangan di kantor sengaja diatur sampai suhu paling rendah. Sungguh, panas sekali sampai pria itu selalu kesal bertanya kapan hujan.   Alangkah lebih baik mengkonsumsi banyak air putih agar terhindar dari sakit karena pergantian musim. Mungkin beberapa waktu kemudian hujan lebat akan mengguyur dengan rutin. Selain fisik dan peralatan bepergian yang wajib disiapkan menjelang musim hujan, ada hati yang harus siap menerima keadaan.   Ada yang bilang, hujan ter

Padamlah Resah, Sebab Masa Lalu Tak Selalu Salah

Hub ungan bukan sekadar perkara berjalan bersama namun juga ikhlas menerima keduanya. Ikhlas.  Satu kata di Kamus Besar Bahasa Indonesia yang sungguh sangat berat maknanya. Ikhlas bukan sesuatu yang kau ucapkan. Ikhlas bukan pula sebatas berkata “Iya” pada sesuatu yang sedang dihadapkan. Ikhlas adalah masalah hati, seberapa sanggup dia menjadikan sesuatu tidak terlalu dipermasalahkan dan tidak membebani. Ikhlas bukan pula sekadar melepas seseorang yang pergi, namun juga menerima waktu yang terlanjur berlalu. Dua orang dalam sebuah hubungan tentu memiliki dua kehidupan masing-masing sebelumnya. Hingga pada akhirnya mereka dipersatukan rasa. Bagaimana jika waktu itu ada bahkan sebelum kalian saling bertemu? Seperti masa lalu.   Ingatan siapa yang tak gerah diselimuti bayang-bayang kabut masa silam. Bagaimana bisa melangkah maju jika masih ada beban berat menggantung di pijakan kalian. Mengapa meneruskan jika masih menyimpan sakit yang tidak berkesudahan? Tanyakan pada hat

Barasukma (9)

Ada sepasang mata teduh di ujung pintu. Dari kelopaknya bergaris-garis lelah menekuk kulit berpeluh. Dia lepas sepatu tanda menunduk. Tangan kanannya bersandar pada rangka pintu sementara tangan kirinya menarik kaos kaki dalam sekali hempasan lalu jatuh. Ku datangi dia. Ku relakan telingaku digaduhi keluh tentang bagaimana riuh harinya sepanjang pagi hingga sore tadi. Dia selalu enggan aku peluk ketika berkeringat seperti itu. Ku biarkan saja dia melunturkan letih di ruang tamu. Selepas makan tadi, dia menyandarkan punggung di sofa depan televisi. Lagi, dia selalu enggan pula aku peluk ketika perutnya kekenyangan seperti itu. Ku biarkan saja dia menikmati pertandingan sepak bola dan hembusan asap rokok sendiri. Dia masih berdiam diri. Tak ku kubiarkan dia tahu sederas apa air mataku sebelum dia pulang tadi, ketika aku membaca buku lama yang hampir saja lenyap dimakan usia. Sampai bersisa jelaga di ujung mata yang belum terhapus sama sekali. Lalu dia panggil aku. Butuh bermenit-

Barasukma (8)

Aku menemukan sebuah kotak lama yang tak pernah kau biarkan siapa saja membukanya. Mengapa? Aku manusia yang percaya, bahwa ketika kenangan itu sudah dirasa biasa saja, kau akan dengan mudahnya bercerita tanpa perlu mengingat luka lama. Begitu rapatnya kau menutup dengan dusta rapi entah apa maksudnya. Percakapan itu bermula dari sepenggal sajak yang bukan tak sengaja aku kutip. “Lepas, lepaslah cemburu, sesudah itu abu. Selama aku dan kamu dekat. Tak masalah”. Kita tidak sedang berdebat kata, kita hanya ingin membenarkan keyakinan. Ini semakin membuatku tahu bahwa menyampaikan perasaan lewat isyarat kata tak selamanya akan sampai dengan mulus ke hati yang dituju, karena isyarat tetaplah isyarat, dan bagaimanapun kata yang mewakili perasaan lebih sering tertangkap tak sama di setiap hati yang berbeda. Ini adalah tentang cemburu. Dulunya, bagiku cemburu hanyalah rindu yang kurang beruntung. Rindu yang menutup sedikit saja hal wajar bisa nampak begitu menusuk menjadi sesuatu yan