Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2013

Secangkir Coklat Penantian

Hujan deras mengguyur kotaku. Aku meringkuk di bangku teras. Masih ada sisa coklat hangat dalam cangkir yang sejenak menemani lamunanku tentang sebuah nama. Siapa? Bukan siapa-siapa. Hanya dia yang bisa melepaskan perlahan duri yang tak sengaja aku injak beberapa waktu lalu. Ya, itu kamu Kamu seperti harap yang tergapai, kantuk yang berhasil melahirkan mimpi. Mungkin doa yang telah diamini oleh semesta. Atau mungkin sakit yang tertunda sejenak. Kisah apa yang hendak kamu tuliskan bersamaku nantinya? Seketika hujan menambah volumenya dan ringkukku makin menjadi. Aku takut. Jangan pernah bersandar pada seseorang, kelak ketika ia tak lagi menyediakan pundaknya, itu akan lebih sakit dari sedihmu sebelumnya. Ketika kamu menjamah kepingan hati yang sempat tersayat ini. Hendak kamu sembuhkan? atau kamu buka perban luka yang belum kering itu? Hey, kenapa aku menangis untukmu saat ini. Sungguh, aku takut terluka lagi Perlahan mendung bergeser menjauh dan menyisakan rintik kecil

3 Benda dalam Gelap

Disini ada 3 benda Benda pertama menari dengan anggunnya, gerakan kaki lincah, ekspresi muka tawa Benda kedua mencengkeram erat benda lain yang masuk didalamnya Benda ketiga bercahaya, tapi tak mampu bergerak terlalu jauh Suatu ketika lampu di ruangan itu mati Benda yang menari itu ketakutan. Seketika ia berhenti menggerakkan kakinya dan meringkuk Benda kedua menggenggam benda pertama. Benda pertama mulai tenang Tapi lama-lama genggaman itu berubah menjadi cengkeraman kuat "Aku ingin menari", benda pertama memohon Benda kedua tak melepaskan cengkeramannya Lalu benda ketiga yang hanya mampu berjalan pelan mendekat dengan binar cahaya yang hangat "Aku ingin menari", pinta benda pertama lagi Benda kedua merasa ada yang sakit dalam dirinya "Cengkeramanku terlalu kuat, bahkan aku sendiripun kesakitan". Katanya sambil merenggangkan cengkeraman itu perlahan Benda pertama terbebas. Dia mendekat pada benda ketiga Benda ketiga tersenyu

10 Meter dalam Punggung Ayah

#30HariMenulisSuratCinta Kala itu, aku masih memakai rok merah dengan rambut dikuncir ekor kuda. Setiap jam berangkat sekolah dan makan siang jalan di dekat rumahku pasti ramai dengan orang berlalu lalang. B uruh pabrik yang keluar mencari makan siang dan anak-anak SMP di depan rumah yang berhamburan pulang. Malah terkadang macet jika bebarengan dengan palang yang menutup saat kereta api melintas. Sementara waktu itu, aku bersekolah di SD yang berbeda kampung dengan rumah. Setiap berangkat dan pulang sekolah, aku harus menyeberang jalan yang membatasi kedua kampung itu. Sewaktu aku masih kelas satu, aku memang tak pernah berangkat sekolah sendiri. Ada Mbak Parmi, yang ditugasi mengasuhku dan siap mengantar jemput ke sekolah. Mulai kelas 2 SD, aku sudah dibiasakan untuk berangkat dan pulang sendiri. Satu momen yg masih kuingat tiap pulang sekolah. --------------------------------------- Sampai di jalan dekat rumah, aku berhenti. Di seberang jalan sudah menunggu aya