Skip to main content

Secangkir Coklat Penantian

Hujan deras mengguyur kotaku. Aku meringkuk di bangku teras. Masih ada sisa coklat hangat dalam cangkir yang sejenak menemani lamunanku tentang sebuah nama. Siapa? Bukan siapa-siapa. Hanya dia yang bisa melepaskan perlahan duri yang tak sengaja aku injak beberapa waktu lalu. Ya, itu kamu

Kamu seperti harap yang tergapai, kantuk yang berhasil melahirkan mimpi. Mungkin doa yang telah diamini oleh semesta. Atau mungkin sakit yang tertunda sejenak. Kisah apa yang hendak kamu tuliskan bersamaku nantinya?

Seketika hujan menambah volumenya dan ringkukku makin menjadi.
Aku takut. Jangan pernah bersandar pada seseorang, kelak ketika ia tak lagi menyediakan pundaknya, itu akan lebih sakit dari sedihmu sebelumnya. Ketika kamu menjamah kepingan hati yang sempat tersayat ini. Hendak kamu sembuhkan? atau kamu buka perban luka yang belum kering itu?
Hey, kenapa aku menangis untukmu saat ini. Sungguh, aku takut terluka lagi

Perlahan mendung bergeser menjauh dan menyisakan rintik kecil.
Sedikit ada ketenangan disini, dihati. Sedikit ada kelegaan disini. Siapapun kamu, hati ini sudah berongga dan kamu didalamnya. Aku tak butuh ia yang rupawan, tak butuh segala materi dan kegelimangan dunia, karena keajaiban ada dalam dirimu.

Terima kasih untuk nekat menungguku sampai sejauh ini. Terima kasih untuk menyadarkanku akan kesalahan membiarkanmu berlalu dulu. Terima kasih untuk membuatku menangis ketakutan akan seperti apa hatiku nanti. Terima kasih, untuk menjadi nama disela tahajudku malam tadi. Andai aku bisa tau seperti apa jalan pikiranmu, aku pasti sudah memutuskan untuk tetap berusaha atau berhenti mencintaimu saat ini.

Lamunan tentangmu memuai bersama hujan yang perlahan pergi. Aku sisakan tegukan terakhir coklatku. Biar saja tetap dicangkirnya. Berusahalah kamu. Ditanganku ada kepingan yang sudah bersedia untuk kamu simpan.

Hey. Jangan sampai coklatku dingin untuk menunggumu meyakinkanku :)

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Perempuan dalam Kamar

"Mas, bangun. Jam piro iki.". Sirine macam apa itu yang mampu membuat jiwaku yang sedang melayang-layang langsung kembali ke peraduannya. Oh, rupanya suara ibuku. Sudah pukul setengah tujuh pagi. Entah berapa jam bersama perempuan itu, sampai aku dibuatnya menyerah. Mataku berat, tapi cukup dapat melihat celanaku sudah basah. Lalu aku bangkit dan menuju kamar mandi. Menyirami sisa-sisa peluh bekas gulatan tadi malam. Di kantor sebelum jam makan siang. Ketika melewati lobi, aku melirik ke lekuk wajah perempuan di belakang meja kerjany. Entah menyadari lemparan pandanganku atau memang dia juga ingin menatapku, sedetik kemudian mata kami beradu. Dia tersenyum manis, sangat manis, seperti senyum yang aku lihat dalam cumbuan itu. Aku melangkah mendekat, sembari mengingat isi dompet yang mungkin cukup untuk mengajaknya makan siang bersama. Tinggal beberapa meter, tapi sialnya... "Ayo kita makan.". Rekan kerjaku mengecup mesra keningnya. Mereka bangkit, melengga...

100 Hari Tanda Orang Mau Meninggal

Innalillahi wa innailaihi rojiun, datang dari Allah dan selalu kembali kepada-Nya, semoga kita selalu menjadi orang-orang yang selalu mengingat-Nya dan beruntung serta saling mengingatkan. Tanda 100 hari mau meninggal…. Ini adalah tanda pertama dari Allah kepada hamba-Nya dan hanya akan disadari oleh mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun semua orang Islam akan mendapatkan tanda ini, mereka ada yang sadar dan ada yang tidak. Tanda ini akan berlaku lazimnya sholat Ashar. Seluruh tubuh yaitu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan menggigil. Contohnya seperti daging lembu yang baru disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti. Kita akan mendapati daging tersebut seakan-akan bergetar. Tanda ini rasanya lezat dan bagi mereka yang sadar dan berdetik dihati bahwa mungkin ini adalah tanda mati, maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau merek...