Skip to main content

Barasukma (20)

Seorang pria murka dan melempar pisau berlumuran darah.

Seketika seorang wanita meringis kesakitan. “Kau mengenaiku!” Dia mencabut pisau yang tertancap di lengan kanannya. Mereka bertengkar tentang siapa yang harus dibunuh terlebih dahulu.

Sampai pada suatu malam, wanita itu bersila di sudut ruangan. Badannya berkeringat dan berantakan. Dia kelelahan dan tertawa, memainkan ujung tali tambang yang telah terikat ke tubuh beberapa orang. Mereka didudukkan di atas peti-peti penuh berisi dokumen usang.

Dalam hitungan detik sang pria meraih wanita itu ke dalam pelukan.

“Satu batang dulu, ya.” Wanita itu menyalakan rokok dan lagi-lagi tertawa geli. Menertawai keadaan, mengapa menghabiskan waktu memburu kesalahan yang dulu-dulu.

Isapan rokok terakhir. Mereka berjalan keluar ruangan. Sedikit jinjit untuk menghindar dari bensin yang berceceran. Ditutupnya pintu, dikuncinya pelan.

Isapan terakhir. Rokok itu dia buang.

“Sudah habis?” Wanita itu menatap Sang pria.

Tak lama terdengar dentuman keras dari dalam. Api meluap dan keduanya berciuman.


Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Barasukma (27)

Perempuan itu pernah menahan marah. Beberapa orang terhanyut dalam skenario cerita kehidupan pribadinya yang justru mereka buat sendiri. Apa harus menuturkan alasan mengakhiri sebuah hubungan sebelum mulai mengenal pria baru lagi? Dia dihujat. Dia dicaci. Hanya karena dekat dengan pria lalu dengan mudah pergi. Dianggap tukang mempermainkan, tak pernah serius hingga mementingkan perasaan sendiri. Sekali lagi dia hanya menahan marah dengan opini brengsek dari orang-orang yang tidak tahu pasti. Mereka tidak mengerti, seberapa sering dia menangis sesenggukan mendapati riwayat jelajah dari ponsel seorang laki-laki. Bukan perkara seorang selingkuhan atau permainan hati. Melainkan tubuh-tubuh molek dari dalam layar itu dibiarkan tertangkap kamera perekam dengan serangkaian adegan ranjang. Hampir tiap hari dilihat dan mungkin tidak terhitung jari. Perempuan itu masih tak bisa menganalisa logika seorang laki-laki. Bagaimana bisa meliarkan imajinasi pada ratusan video demi kepuasan onan...

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.