Skip to main content

Barasukma (15)

Seorang perempuan menjerang air dalam kuali sedang. Sengaja tidak dia isi penuh karena berpikir akan ada yang pulang lebih awal. Dia tunggui sampai mendidih di sudut ruangan. Berharap air hangat cukup melegakan seseorang yang kelelahan.

Di atas kasur tipis, seorang pria terlanjur tidur meringkuk membalas kantuk yang sudah dia tahan-tahan. Sebelumnya, dia meminta singgah dan mengeluh tidak tidur semalaman.

Si perempuan memandanginya dalam diam tak berani membangunkan. Selepas air dalam kuali berbuih, dia angkat pelan-pelan. Perempuan itu menggenggam kuali erat-erat. Menjajal manakala airnya terlampau panas untuk dihidangkan. Dia tunggui sampai si pria bangun sendiri atas kemauan.

Tiba-tiba pria itu terbangun seketika. Dengan wajah dilipat-lipat amarah, karena tidurnya tidak tuntas.

“Ada apa?” tanya perempuan itu kebingungan.

“Aku sudah singgah. Aku pulang. Sudah malam.” Pria itu langsung bangkit seolah keberadaannya dipaksakan.

Lalu si perempuan tersenyum dalam diam. Dia menarik nafas panjang hingga dadanya mengembang maksimal. Memberi rongga agar udara menggeser gumpalan hitam di dalamnya sendirian. Dia letakkan kembali kuali itu di sudut ruangan, membiarkan airnya beku kedinginan.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.

Barasukma (27)

Perempuan itu pernah menahan marah. Beberapa orang terhanyut dalam skenario cerita kehidupan pribadinya yang justru mereka buat sendiri. Apa harus menuturkan alasan mengakhiri sebuah hubungan sebelum mulai mengenal pria baru lagi? Dia dihujat. Dia dicaci. Hanya karena dekat dengan pria lalu dengan mudah pergi. Dianggap tukang mempermainkan, tak pernah serius hingga mementingkan perasaan sendiri. Sekali lagi dia hanya menahan marah dengan opini brengsek dari orang-orang yang tidak tahu pasti. Mereka tidak mengerti, seberapa sering dia menangis sesenggukan mendapati riwayat jelajah dari ponsel seorang laki-laki. Bukan perkara seorang selingkuhan atau permainan hati. Melainkan tubuh-tubuh molek dari dalam layar itu dibiarkan tertangkap kamera perekam dengan serangkaian adegan ranjang. Hampir tiap hari dilihat dan mungkin tidak terhitung jari. Perempuan itu masih tak bisa menganalisa logika seorang laki-laki. Bagaimana bisa meliarkan imajinasi pada ratusan video demi kepuasan onan...