Skip to main content

Barasukma (5)


Sayang, apakah kau merasakan bahwa ratusan perempuan yang pernah merajam dalam benakmu membuat segalanya binasa

Terkadang aku merasa dulu kita sama-sama batu besar tanpa rongga. Hingga tiap cerita masa lalu memahat dan menjadikannya serpihan berserakan. Makin lama, makin terkikis, makin berlubang penuh luka. Apa yang tersisa dari serpihannya? Ujung runcing yang siap menancap pada jejak-jejak cerita.

Ketika tanpa sengaja menancap tajam seperti sebuah sengatan sampai jantung dan pikiran dalam-dalam, kita saling mengutuk seolah mampu membuatnya utuh lagi.

Harus apa dan bagaimana, sayang?

Atau musti bendera putih yang salah satu dari kita kibarkan di bawah pepohonan belantara. Sementara satu yang lain tengah sibuk memenggal cabangnya karena ditinggalkan semena-mena. Pastikan ketika salah satu itu memutuskan berhenti, tidak akan ada sesal agar tak perlu mengejar satu yang lain yang terlanjur berjalan sendiri.

Aku lelah, sayang.

Aku lelah menumbalkan mimpi demi perdebatan remeh perihal masa lalu dan sisa-sisanya.

Kini aku merasa bahwa kamu, lelaki yang pernah menjadi dalang dari banyak tawa bahagia kita, adalah lelaki yang tanpa jengah menuntunku selepas tergeletak di pinggir rawa. Memang benar kamu, dengan segenap masa lalu yang memang sewajarnya diterima apa adanya. Pun dengan aku.

Terima kasih, sayang, untuk menjadi kokoh meski begitu banyak ditatah luka, untuk mencintaiku dengan segala resiko dan komitmennya

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.

Taraa.. This is Tribal Trends

“Sist, aku mau crop tribalnya ya. Ready kapan?”             Yang gila fashion pasti tau dong motif tribal. Motif tribal lagi happening nih. Para desainer juga lagi berlomba-lomba buat menciptakan busana dengan motif tribal. Mulai dari sekadar kaus, rok, blazer, tas, turban, wedges, sampai garskin! Tapi tau nggak sih gimana asal- usul si tribal ini? Penasaran? Let see… Tribal dalam arti kata bahasa inggris artinya kesukuan. So, tribal mencerminkan tentang motif kesukuan seperti gambar rusa, pohon, dll. Hampir mirip sama Indian style tapi bedanya Tribal lebih menonjolkan corak garis garis yang sejajar dan lebih bermacam warna. Sedangkan Indian Style cenderung berwarna gelap dan cokelat. Nah, karena tribal merupakan motif kesukuan berarti motif-motif khas daerah di Indonesia juga bisa dikategorikan sebagai motif tribal. Motif tribal ala Indonesia juga banyak banget. Ada corak suku dayak, tenun ikat, tenun todo