Skip to main content

Barasukma (4)

Aku tidak pernah berharap seseorang bahagia sedalam ini sebelumnya. Aku tidak tahu bagaimana seseorang bisa membuatku sekhawatir ini... tentang apa yang dia pikirkan, tentang apa yang dia rasakan, tentang bagaimana dia bisa bertahan sekian lama.

Tidak ada yang bisa kutanyai selain hujan yang tidak juga khatam membingkai dari sepeninggalan senja. Dasar manusia, tempat keluh tentang terik busung kemarau dan guyur air dari langit tanpa henti. Barangkali hujan berjanji untuk tidak pulang, sedang aku di sini masih setia mengeja rintiknya untuk dijadikan puisi rayuan.

Aku tidak akan menceritakan bagaimana cuaca dan rencananya, juga perihal senja yang menahan muak dibuai sajak para pujangga. Aku hanya sedang dilanda senyap yang menyeranta dalam detak berkalang asa. Sampai ada seseorang yang jengah menyapaku yang terlalu lemah. Sebab rewel rindu remehku terlalu mengganggunya. Barangkali itu saja, sebab aku tak pernah mampu menjelaskan makna tatap nan menghujam palung mata untuk sekian kali kami berjumpa.

Tidak seperti langit yang lupa kapan hujan pernah datang, aku masih mengingat kapan dia menangis begitu dalam. Bagaimana dia berlutut menahanku yang pergi lantaran tidak tahan. Bagaimana setiap luka ku buat semena-mena padanya yang kembali setelah dengan niat baik.

Tidak ada jarak yang lebih jauh selain ketika kau menggenggam tangan seseorang namun dia berkata bahwa hatinya tidak lagi di sana. Ku kira aku hanya perlu sedikit diam, berdoa, dan menyingkir perlahan-lahan. Atau justru mematut tindak tanpa kesepakatan. Sebab segalanya bisa dia dapatkan. Masakan yang bisa dia beli dimanapun dia ingin makan. Pakaian yang bisa dia bawa ke jasa cuci tanpa perlu menunggu jeruman karena hujan.  Dan orang-orang cerdas yang bisa dia bayar untuk menyelesaikan laporan. Sementara aku? Terlalu sering aku mendengar keluhnya. Sesering itulah aku gagal memberi kebahagiaan. Aku percaya Tuhan Maha Tahu sekecil apapun harapan dibalik sepasrah-pasrahnya manusia pada keadaan.

Aku tidak pernah berharap seseorang bahagia sedalam ini sebelumnya. Sebab aku tidak pernah mencintai seseorang seperti ini dahulunya.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Perempuan dalam Kamar

"Mas, bangun. Jam piro iki.". Sirine macam apa itu yang mampu membuat jiwaku yang sedang melayang-layang langsung kembali ke peraduannya. Oh, rupanya suara ibuku. Sudah pukul setengah tujuh pagi. Entah berapa jam bersama perempuan itu, sampai aku dibuatnya menyerah. Mataku berat, tapi cukup dapat melihat celanaku sudah basah. Lalu aku bangkit dan menuju kamar mandi. Menyirami sisa-sisa peluh bekas gulatan tadi malam. Di kantor sebelum jam makan siang. Ketika melewati lobi, aku melirik ke lekuk wajah perempuan di belakang meja kerjany. Entah menyadari lemparan pandanganku atau memang dia juga ingin menatapku, sedetik kemudian mata kami beradu. Dia tersenyum manis, sangat manis, seperti senyum yang aku lihat dalam cumbuan itu. Aku melangkah mendekat, sembari mengingat isi dompet yang mungkin cukup untuk mengajaknya makan siang bersama. Tinggal beberapa meter, tapi sialnya... "Ayo kita makan.". Rekan kerjaku mengecup mesra keningnya. Mereka bangkit, melengga...

100 Hari Tanda Orang Mau Meninggal

Innalillahi wa innailaihi rojiun, datang dari Allah dan selalu kembali kepada-Nya, semoga kita selalu menjadi orang-orang yang selalu mengingat-Nya dan beruntung serta saling mengingatkan. Tanda 100 hari mau meninggal…. Ini adalah tanda pertama dari Allah kepada hamba-Nya dan hanya akan disadari oleh mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun semua orang Islam akan mendapatkan tanda ini, mereka ada yang sadar dan ada yang tidak. Tanda ini akan berlaku lazimnya sholat Ashar. Seluruh tubuh yaitu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan menggigil. Contohnya seperti daging lembu yang baru disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti. Kita akan mendapati daging tersebut seakan-akan bergetar. Tanda ini rasanya lezat dan bagi mereka yang sadar dan berdetik dihati bahwa mungkin ini adalah tanda mati, maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau merek...