Skip to main content

Cikurai, 5 Maret 2015

Di tanjakan curam Cikuray, saya mendengar bagaimana jantung saya berdegup. Dalam hirupan dalam, saya merasakan bagaimana udara dingin memenuhi rongga paru-paru saya. Saya tahu rasanya mengaduh setelah terperosot ke bawah dan kulit saya terkoyak akar pohon. Lalu mau tak mau harus tetap berdiri dan jalan agar bisa sampai kemana tujuan. Baik puncak, atau rumah.

Saya melihat dari atas. Melihat begitu kecilnya manusia-manusia di antara banyak kuasa Tuhan. Terlalu banyak alasan mengapa saya begitu mencintai gunung. Alasan tentang bagaimana alam menyimpan rahasia kepedulian dan kemarahan yang bisa setiap saat dia tunjukkan. Alasan tentang mengapa saya, dan semua yang pernah jatuh harus bangkit dari keterpurukan.

Saya tidak menyesal pernah membangun cinta bersama kamu, bersama kamu yang meretak-ambrukkannya tanpa sisa. 2 malam saya menangis sejadi-jadinya, lalu bercerita sebosan-bosannya. Sampai beberapa kawan berkata "Segeralah jatuh cinta (lagi)". Saya bukan orang yang mampu bertahan terhadap luka, tapi tak pula sebodoh yang berkubang pada akhiran sia-sia.

Saya pernah bertanya, "Kamu pernah terluka? Terluka sampai kamu malas untuk memulai yang baru lagi setelahnya?". Katamu iya. Katamu tidak akan. Katamu berusaha. Dan katamu...

Sialan. Saya pengingat ulung untuk setiap yang berlabel katamu. Apa maknanya? Tidak ada. Semua hanya katamu. Itu saja. 

Begitupun dengan ciuman hangat dan usapan saat saya mengigau, atau air minum saat saya tersedak tanpa sebab tengah malam. Perihal semua yang yang terjadi dan semua yang kadung terucap dan teringkari, semua itu tidak berarti.

Mungkin tak perlu apologi sebab takkan pernah ada pembenaran apalagi penjelasan tentang segala luka. Setiap kecewa punya porsinya. Saya (tidak benar-benar) sendiri. Saya bekerja. Saya bepergian kemana saja saya mau, dengan siapa saja yang saya butuhkan. Saya tetap hidup. Dan saya bahagia.

Bagaimana kamu sekarang? Ringankah? Setelah meninggalkan, atau lebih tetapnya melepas satu hal yang (katamu) pernah kamu perjuangkan? Apa kamu sudah sebahagia saya? Saya harap demikian.

Kita sama-sama percaya, harus ada harga yang dibayarkan dalam setiap pencapaian. Taukah kau tak begitu dengan kebahagiaan? Pun dibayar uang atau percaya yang dikorbankan.


2821 mdpl, 2 hari menjelang 21 tahun.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Perempuan dalam Kamar

"Mas, bangun. Jam piro iki.". Sirine macam apa itu yang mampu membuat jiwaku yang sedang melayang-layang langsung kembali ke peraduannya. Oh, rupanya suara ibuku. Sudah pukul setengah tujuh pagi. Entah berapa jam bersama perempuan itu, sampai aku dibuatnya menyerah. Mataku berat, tapi cukup dapat melihat celanaku sudah basah. Lalu aku bangkit dan menuju kamar mandi. Menyirami sisa-sisa peluh bekas gulatan tadi malam. Di kantor sebelum jam makan siang. Ketika melewati lobi, aku melirik ke lekuk wajah perempuan di belakang meja kerjany. Entah menyadari lemparan pandanganku atau memang dia juga ingin menatapku, sedetik kemudian mata kami beradu. Dia tersenyum manis, sangat manis, seperti senyum yang aku lihat dalam cumbuan itu. Aku melangkah mendekat, sembari mengingat isi dompet yang mungkin cukup untuk mengajaknya makan siang bersama. Tinggal beberapa meter, tapi sialnya... "Ayo kita makan.". Rekan kerjaku mengecup mesra keningnya. Mereka bangkit, melengga...

100 Hari Tanda Orang Mau Meninggal

Innalillahi wa innailaihi rojiun, datang dari Allah dan selalu kembali kepada-Nya, semoga kita selalu menjadi orang-orang yang selalu mengingat-Nya dan beruntung serta saling mengingatkan. Tanda 100 hari mau meninggal…. Ini adalah tanda pertama dari Allah kepada hamba-Nya dan hanya akan disadari oleh mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun semua orang Islam akan mendapatkan tanda ini, mereka ada yang sadar dan ada yang tidak. Tanda ini akan berlaku lazimnya sholat Ashar. Seluruh tubuh yaitu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan menggigil. Contohnya seperti daging lembu yang baru disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti. Kita akan mendapati daging tersebut seakan-akan bergetar. Tanda ini rasanya lezat dan bagi mereka yang sadar dan berdetik dihati bahwa mungkin ini adalah tanda mati, maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau merek...