Skip to main content

Elang Telanjang


Protagonis atau antagonis tergantung dari seperti apa seseorang itu berperan dalam pikiranmu.

Begitu pula dengan wanitaku.

...............

Tubuhnya meliuk beriringan dengan tegukan coctail yang mengalir mulus di kerongkonganku. Dia lucuti satu per satu kain yang tertambat di tubuh putih halus seperti butiran salju Soul. Butiran salju yang meleleh lenyap ketika tangan-tangan hangat hendak menjamahnya. Satu lucutan dan ya, maha karya itu berdiri di atas meja bar dan hampir semua pria bersorak kesetanan.

Seorang pria naik ke atas meja dengan secaruk uang kertas. Dia ulurkan tangan hendak menyentuh namun wanita itu berbalik seketika lenyap ke belakang.

“Kapan mau berhenti?” tanyaku di ujung tangga.
“Nanti. Ketika kamu sudah mampu menghidupiku.” Wanita itu melenggang dengan senyum yang masih seganas dulu.

Dia menari, dia telanjang, tapi dia tak pernah membiarkan seorang pria menyentuh sedikit saja tubuhnya dengan balasan uang. Masih kuingat jelas ketika terakhir kami terlibat obrolan usai ciuman yang panjang. Ya. Awalnya hanya ciuman.

“Bekerjalah. Cari banyak uang dan bawa aku keluar.” Katanya dengan mata berkaca-kaca.

Lalu nalar kami lenyap.

Ahh....

Jika saja peluh kami di atas sprei motif bunga itu mampu bercerita, dia akan ditikam kebisuan dalam beku lidah. Sebab tak mampu mengurai segala kisah.

Dia wanitaku. Dia elang yang terluka namun tetap terbang mencari makna kepak sayap. Meski seribu matahari bermunculan mengepungnya dari segenap penjuru. Meski bulu-bulu sayapnya hampir terbakar jadi abu. Dia tetap terbang. Karena kadung tak dapat surut ke belakang.
 
Dia wanitaku, wanita yang kumiliki hatinya, tapi raga tak pernah kumiliki seutuhnya. 

Dia wanitaku, wanita sadis yang selalu berhasil membuatku mati berkali-kali di setiap perjumpaan.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.

Barasukma (27)

Perempuan itu pernah menahan marah. Beberapa orang terhanyut dalam skenario cerita kehidupan pribadinya yang justru mereka buat sendiri. Apa harus menuturkan alasan mengakhiri sebuah hubungan sebelum mulai mengenal pria baru lagi? Dia dihujat. Dia dicaci. Hanya karena dekat dengan pria lalu dengan mudah pergi. Dianggap tukang mempermainkan, tak pernah serius hingga mementingkan perasaan sendiri. Sekali lagi dia hanya menahan marah dengan opini brengsek dari orang-orang yang tidak tahu pasti. Mereka tidak mengerti, seberapa sering dia menangis sesenggukan mendapati riwayat jelajah dari ponsel seorang laki-laki. Bukan perkara seorang selingkuhan atau permainan hati. Melainkan tubuh-tubuh molek dari dalam layar itu dibiarkan tertangkap kamera perekam dengan serangkaian adegan ranjang. Hampir tiap hari dilihat dan mungkin tidak terhitung jari. Perempuan itu masih tak bisa menganalisa logika seorang laki-laki. Bagaimana bisa meliarkan imajinasi pada ratusan video demi kepuasan onan...