Skip to main content

Mengais Kembali

Beberapa hal kadang seperti burung merpati dari topi tukang sulap. Entah darimana dia muncul sebagai sebuah kejutan menggelikan. Tapi ketika kau memutuskan untuk mengeluarkannya, tak ada yang tahu bagaimana dia bisa tersimpan kembali. Kecuali jika si pesulap mau mengulang kembali mantra-mantra menjadi reka adegan yang sama.

Sama halnya dengan membuang dan meminta kembali.

...........................................

Kakiku gontai keluar dari klinik yang sudah 2 tahun ini sering kami sambangi. Aku dan suamiku sudah ditampar kenyataan bahwa selama 3 tahun menikah, rumah kami masih hening dari suara tangisan bayi. Setiap kali kutatapi wajah mertua, kata-kata menyayat kerap pula tersumbat di tengah.  Setiap kali kudatangi dokter kandungan, kelam seperti menagih perih tentang bayang-bayang buah hati yang terperangkap sesuatu yang kututupi.

"Kita mampir makan dulu." kata suamiku setelah memakirkan mobil di halaman resto ayam jalan sudirman.
Baru selangkah melangkah berbalik setelah menutup kembali pintu mobil. Aku melihat pria yang wajahnya termemori jelas. Wajah yang bahkan pernah kulihat penuh peluh di atas buai sprei basah bertahun-tahun yang lalu. Pria itu melirikku sekilas lalu melenggang bersama wanita yang pinggangnya dia peluk erat. Jelas tak berbeda dengan dulu ketika dia melenggang tanpa punya rasa dan nalar.

Di antara sepetiga malam, resah datang dan pecah lagi gundah. Setiap pasrah yang meninggalkan sisa bara sudah terbakar di tungku harap. Anak perempuan duduk di hadapanku dengan tiba-tiba. Wajah pucat pasinya menyolok mataku lalu diri jadi kaku. Matanya berdarah-darah menangisi bahwa dia telah dibuang begitu keji oleh wanita yang seharusnya dia panggil ibu. Oleh aku.

Tangisku membeku abu lalu padam terberai didekap harap dari prahara. Suamiku terbangun karena di dengarnya nafasku yang tersengal-sengal dikejar mimpi buruk tadi malam. Dia memelukku. Tubuhku bergetar menyalurkan gundah. Ketakutan. Kesakitan. Kesesalan.

Anak perempuan itu membisik yang hanya terdengar olehku...

"Bagaimana bisa meminta sesuatu sepertiku kembali? Padahal ketika aku yang lemah hadir di rahimmu, kau membuangku karena pria itu membuangmu."

....... !!

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.

Barasukma (27)

Perempuan itu pernah menahan marah. Beberapa orang terhanyut dalam skenario cerita kehidupan pribadinya yang justru mereka buat sendiri. Apa harus menuturkan alasan mengakhiri sebuah hubungan sebelum mulai mengenal pria baru lagi? Dia dihujat. Dia dicaci. Hanya karena dekat dengan pria lalu dengan mudah pergi. Dianggap tukang mempermainkan, tak pernah serius hingga mementingkan perasaan sendiri. Sekali lagi dia hanya menahan marah dengan opini brengsek dari orang-orang yang tidak tahu pasti. Mereka tidak mengerti, seberapa sering dia menangis sesenggukan mendapati riwayat jelajah dari ponsel seorang laki-laki. Bukan perkara seorang selingkuhan atau permainan hati. Melainkan tubuh-tubuh molek dari dalam layar itu dibiarkan tertangkap kamera perekam dengan serangkaian adegan ranjang. Hampir tiap hari dilihat dan mungkin tidak terhitung jari. Perempuan itu masih tak bisa menganalisa logika seorang laki-laki. Bagaimana bisa meliarkan imajinasi pada ratusan video demi kepuasan onan...