Skip to main content

Lelaki Berpayung dan Perempuan Hujan


Selamat malam tuan berpayung yang mungkin semakin jauh


...............................


Diantara hujan aku menari. Dengan gaun hitam yang sudah basah kuyup sedari tadi. Hujan disini tak pernah reda, entah dimana si muara. Tapi selalu jatuh lalu hilang ujung alirannya. Di pinggir trotoar, ada kamu berdiri, tuan berpayung yang senyumnya tak pernah gagal membuatku jatuh hati setiap hari. Selalu, kamu menikmati tarianku dan aku akan dengan senang hati memberi bersama hujanku.


Lalu suatu hari kamu melangkah mundur. Takut baju putihmu ternodai. Sedangkan aku kadung tak dapat berhenti. Hingga kita semakin jauh menepi. 


“Harusnya aku tak terlanjur menyukai tarianmu.”

“Harusnya aku pun tak terlanjur menari untukmu.”


Kemudian kita menangis berdua. 


Mungkin suatu hari, aku akan benar-benar lelah menari, atau kamu yang kedinginan di bawah hujan dan memutuskan benar-benar pergi. 


Karena kita tak akan pernah sampai hati, untukku mengajakmu menari di bawah hujan, atau kamu memayungiku agar tidak basah lagi. Mungkin tak akan... Mungkin...



Untuk kamu di kamar ujung dengan kalung salibmu
Dari perempuan bertasbih yang kamu kira perhatiannya hanya mainan
Yang kamu kira cintanya hanya bualan

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.

Barasukma (27)

Perempuan itu pernah menahan marah. Beberapa orang terhanyut dalam skenario cerita kehidupan pribadinya yang justru mereka buat sendiri. Apa harus menuturkan alasan mengakhiri sebuah hubungan sebelum mulai mengenal pria baru lagi? Dia dihujat. Dia dicaci. Hanya karena dekat dengan pria lalu dengan mudah pergi. Dianggap tukang mempermainkan, tak pernah serius hingga mementingkan perasaan sendiri. Sekali lagi dia hanya menahan marah dengan opini brengsek dari orang-orang yang tidak tahu pasti. Mereka tidak mengerti, seberapa sering dia menangis sesenggukan mendapati riwayat jelajah dari ponsel seorang laki-laki. Bukan perkara seorang selingkuhan atau permainan hati. Melainkan tubuh-tubuh molek dari dalam layar itu dibiarkan tertangkap kamera perekam dengan serangkaian adegan ranjang. Hampir tiap hari dilihat dan mungkin tidak terhitung jari. Perempuan itu masih tak bisa menganalisa logika seorang laki-laki. Bagaimana bisa meliarkan imajinasi pada ratusan video demi kepuasan onan...