Skip to main content

Kelambu Diri


“Aaarrgh.”. Mala mengerang ketika handuk hangat itu menyentuh permukaan kulit pipi kirinya. Mukanya memerah menahan nyeri akibat cetakan tangan seorang laki-laki. Sakit. Iya. Bukan hanya tubuhnya yang linu, tapi hatinya sudah meranggas mendapati kekasihnya kini sudah tak semanis janjinya dulu.


Malam kemarin...


Odi memarkirkan motornya di depan rumah kos Mala. Wajahnya masih bersemu. Dengan kotak berwarna merah maroon yang dia genggam erat, dia melangkah yakin. Tiga ketukan cukup membawa Mala sudah berada di depannya dengan pintu terbuka. Lalu Odi bersimpuh, meminta Mala untuk menemaninya hingga seterusnya. Mala tersenyum namun tatapannya ragu. Dia hanya menyuruh Odi berdiri tanpa sempat mengangguk sebelumnya.


Lalu siang hari tadi. Detak jantung mereka memburu beriringan. Odi melumat bibir Mala dengan lembutnya. Tinggal satu kain ditanggalkan, tapi Mala tiba-tiba melepaskan pelukannya. 


“Tunggu. Dengarkan aku.”, ucap Mala gelisah.


Di tepian ranjang Mala duduk, dan Odi yang menunggu disisinya dengan tatapan tidak sabar. Tapi sampai 8 angka dilewati jarum jam panjang, Mala masih belum mau membuka suara. Beberapa kalimat lirih terlontar, namun Odi bisa mendengarnya begitu jelas. Diantara dinding kaku kamar Mala, Odi mengepalkan jarinya dan meninju. Dia murka. Telinga dan otaknya bisa dengan baik menerima penjelasan Mala, tapi tidak dengan hatinya. Odi menghiaskan tamparan di wajah Mala. Setelah berpakaian, beberapa saat Odi menatap Mala jijik, lalu melenggang pergi. Dia kacau, mendapati wanita yang rencananya akhir tahun ini akan dia persunting sudah dijamah pria lain sebelumnya.


.......


“Maumu gimana?”

“Maumu?”

“Berhentilah bertanya padaku. Ambil keputusan, kamu laki-laki”, Mala berkata tanpa menatap pria gagah yang berdiri di depannya.

“Sudahlah. Lupakan pembicaraan siang itu.”. Odi meraih pundak Mala dan memeluknya. Dia kembali. Masih dengan sisa-sisa amarah yang dia simpan dan memutuskan untuk tetap berjalan bersama Mala lagi.
"Kamu mau menerimaku?"
"Ya. Tapi jangan lakukan lagi dengan orang lain ketika kamu bersamaku."
"Tidak dengan orang lain.", Mala menarik sudut bibirnya.


Sepekan berlalu dan malam itu Mala berdiri di ambang pintu kamar Kos. Ya. Mala hanya bediri. Beberapa menit mengumpulkan berani sampai dia mengetuk pintu kayu bercat putih itu.


Dari balik pintu, keluar seorang wanita dengan baju tidur mini dan rambut yang sedikit berantakan. Mata wanita itu seperti melompat melihat Mala muncul di hadapannya.

Enam tahun saling mengenal ternyata tak cukup untuk membuat Mala melihat tanduk yang dimiliki wanita itu.


“Aku masuk ya, Cesha sayang.”, kata Mala tanpa menunggu persetujuan. Mala tersenyum. Senyumnya makin lebar saat mendapati laki-laki terbaring di ranjang hampir tanpa busana. 


“Hay Odi. Cuma mau mengembalikkan ini.”. Mala meletakkan kotak merah beserta isi cincin yang masih terpasang rapi di sisi Odi. Lalu dia melenggang, mengabaikan wanita yang masih mematung di dekat pintu tadi. Batin Mala membenarkan apa yang dia dengar dari beberapa orang. Setengah tahun dia diam dengan adegan-adegan yang mungkin sudah dimainkan tokoh lain dibelakangnya. Sebelum keluar, Mala berbalik menatap Pria di ranjang yang masih terlihat panik.


“Untunglah Odi, aku masih suci.”, lalu dia melangkah dan benar-benar pergi.
.............................

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.

Taraa.. This is Tribal Trends

“Sist, aku mau crop tribalnya ya. Ready kapan?”             Yang gila fashion pasti tau dong motif tribal. Motif tribal lagi happening nih. Para desainer juga lagi berlomba-lomba buat menciptakan busana dengan motif tribal. Mulai dari sekadar kaus, rok, blazer, tas, turban, wedges, sampai garskin! Tapi tau nggak sih gimana asal- usul si tribal ini? Penasaran? Let see… Tribal dalam arti kata bahasa inggris artinya kesukuan. So, tribal mencerminkan tentang motif kesukuan seperti gambar rusa, pohon, dll. Hampir mirip sama Indian style tapi bedanya Tribal lebih menonjolkan corak garis garis yang sejajar dan lebih bermacam warna. Sedangkan Indian Style cenderung berwarna gelap dan cokelat. Nah, karena tribal merupakan motif kesukuan berarti motif-motif khas daerah di Indonesia juga bisa dikategorikan sebagai motif tribal. Motif tribal ala Indonesia juga banyak banget. Ada corak suku dayak, tenun ikat, tenun todo