Skip to main content

Sakit Sendiri

Drrrt drrrt
Arrgh... Getar ponsel membuyarkan konsentrasiku. Dengan enggan aku lihat layarnya dan nama kamu tertulis disana. Aku letakan begitu saja tanpa membuka isi pesan singkat itu. Baiklah, data statistik kita bercumbu lagi malam ini. Hingga dini baru aku tekan turn off dan menggeliat di atas kursi putar. Aku mengambil kembali ponselku dan membalas smsmu seadanya.
Kamu: Jangan lupa makan. Obatnya diminum. Jaga kondisi.
Aku: Iya. Makasih
Ya, amat seadanya. Entah kenapa aku merasa kita hambar. Kita berjalan beriringan tapi pikiran kita berpencar. Kamu genggam tanganku tapi jariku menggerutu ragu.
Beberapa saat detak jam mengencangkan volumenya diantara hening pekat. Pikirku berkilah "Akhiri saja". Lalu dalam hati meringkuk lemah "Aku takut kesepian."
Dalam satu diri ini ada perang diantaranya. Antara batin dan fikir yang sungkan berkompromi pada keadaan. Selalu saja terpikir "Bagaimana jika aku rindu kamu? Bagaimana jika tak ada lagi yang peduli? Bagaimana jika aku merasa sepi? Bagaimana jika?.....
Lalu seorang sahabat memberiku ruang bercerita.
"Aku jahat ya?"
"Banget. Kalo emang nggak yakin kenapa dijalani?"
"Aku takut sendiri."
"Terus kamu kurung orang buat temenin kamu?"
"Aku dah berusaha pergi tapi dia balik lagi"
"Dan kamu mau? Mending kamu putusin dia daripada ngejalanin tapi hati kamu entah dimana"
"Nanti."
Aku membaca lembaran kertas di atas meja. Satu bulan lagi penempatan tugas dinas dan aku akan menjauh dari kota ini. Mungkin saat itu aku akan menemui dunia baru dan dekat orang baru. Dengan begitu aku mudah menyudahi semua.
Tiba-tiba ponselku berdering.
"Hallo..."
"Hallo.. ini aku Revan."
Hingga hampir dua jam kami berbincang panjang. Entah rahasia apa dibalik sms dan telefon yang berkelanjutan hingga Revan lebih dekat. Sampai aku lupa ada kamu yang menungguiku.
Lalu satu bulan semua berjalan begitu saja. Tanpa rasa. Aku menghubungimu, setelah sebelumnya packing barang untuk dibawa ke Jogja tempat aku ditugaskan.
"Olan, kita putus aja ya. Sekalian aku pamit", kataku kemudian. Kamu berkaca-kaca tapi tidak menangis. Ada raut merah di dahi dan wajahmu. Kamu enggan melihatku dan aku pun tak memaksakan diri. Hingga malam itu berakhir dalam diam.
Setelahnya, Revan sering menjemputku. Untuk sekedar mengantarkanku bekerja atau menghabiskan waktu makan siang bersama. Candaan rayu sempat beberapa kali ia berikan dan aku hanya tersenyum malu.
Beberapa bulan tanpa ada kabarmu. Awalnya aku kira aku tak peduli tentangmu. Hingga suatu hari di perantauan kondisi badanku memburuk. Aku memutuskan ke mini market terdekat membeli beberapa obat dan roti. Di parkiran aku melihat Revan. Dia bersama seorang wanita.
"Hey...", sapaku.
"Hey.. kenalkan ini tunanganku. Baru kemarin pulang dari Singapura". Revan memperkenalkannya.
Aku berjalan gontai kembali ke kontrakan. Diantara peluh dan tangis aku melihat nomor ponselmu dan mencoba menghubungi meski sungkan. Lalu terdengar suara di seberang sana.
"Hallo ini aku Mia pacar Olan. Olan sedang keluar beli minum. Ada yang mau disampaikan?"
"Oh maaf salah sambung.", aku mengakhiri sambungannya dan sakit sendiri.
Published with Blogger-droid v2.0.10

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Perempuan dalam Kamar

"Mas, bangun. Jam piro iki.". Sirine macam apa itu yang mampu membuat jiwaku yang sedang melayang-layang langsung kembali ke peraduannya. Oh, rupanya suara ibuku. Sudah pukul setengah tujuh pagi. Entah berapa jam bersama perempuan itu, sampai aku dibuatnya menyerah. Mataku berat, tapi cukup dapat melihat celanaku sudah basah. Lalu aku bangkit dan menuju kamar mandi. Menyirami sisa-sisa peluh bekas gulatan tadi malam. Di kantor sebelum jam makan siang. Ketika melewati lobi, aku melirik ke lekuk wajah perempuan di belakang meja kerjany. Entah menyadari lemparan pandanganku atau memang dia juga ingin menatapku, sedetik kemudian mata kami beradu. Dia tersenyum manis, sangat manis, seperti senyum yang aku lihat dalam cumbuan itu. Aku melangkah mendekat, sembari mengingat isi dompet yang mungkin cukup untuk mengajaknya makan siang bersama. Tinggal beberapa meter, tapi sialnya... "Ayo kita makan.". Rekan kerjaku mengecup mesra keningnya. Mereka bangkit, melengga...

100 Hari Tanda Orang Mau Meninggal

Innalillahi wa innailaihi rojiun, datang dari Allah dan selalu kembali kepada-Nya, semoga kita selalu menjadi orang-orang yang selalu mengingat-Nya dan beruntung serta saling mengingatkan. Tanda 100 hari mau meninggal…. Ini adalah tanda pertama dari Allah kepada hamba-Nya dan hanya akan disadari oleh mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun semua orang Islam akan mendapatkan tanda ini, mereka ada yang sadar dan ada yang tidak. Tanda ini akan berlaku lazimnya sholat Ashar. Seluruh tubuh yaitu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan menggigil. Contohnya seperti daging lembu yang baru disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti. Kita akan mendapati daging tersebut seakan-akan bergetar. Tanda ini rasanya lezat dan bagi mereka yang sadar dan berdetik dihati bahwa mungkin ini adalah tanda mati, maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau merek...