Skip to main content

Hey Pelangi, Apa Kabarmu Hari Ini?

Hey pelangi, apa kabarmu hari ini?

Sudahkan kamu pamerkan aneka warna kepadaku pagi ini? Kepadaku saja ya....
Apakah hujan semalam membuatmu takut? Dingin ya? Tenang, biar doaku menghangatkanmu
Bagaimana bisa aku setenang ini? Ya karena aku sudah melihatmu pelangi

Semalam hujan turun begitu lebatnya. Bahkan aku tak bisa melihat bayangmu dari balik jendela kamarku. Aku terdiam disudut. Sampai ada tangan hangat membenahkan selimutku dan aku terlelap.

Pada suatu pagi aku bangun dan melihat warna-warna dari luar sana. Mataku yang semalam sembab kini sudah berbinar lho. Langit dini tadi begitu gelap, bahkan menutup inderaku sampai aku kaku. Kemudian pelan-pelan awan bergeser ke utara.

Sudah aku bilang kan, aku takut hujan. Tapi aku suka setelah hujan reda. Bau tanah basah, langit yang mulai terang, dan genangan air di jalanan yang memainkan pantulan wajah-wajah kota.

Hey pelangi... Kini aku tak takut lagi dengan badai seperti apapun. Karena cara terbaik menghadapi badai adalah dengan melewatinya sampai akhir. Dan diujung sana pasti ada pelangi yang menunggumu untuk berbinar kembali.

Kamu itu satu, tapi berbeda warna. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu. Beda-beda kan? Justru itu yang buat kamu indah.  Kamu itu.. ah sudahlah. Pokoknya kamu indah

Badaiku terlewati, masalahku selesai, dan kamu menungguku dengan sebuah pelukan hangat. Biar hujanku reda, biar kemarin aku meringkuk ketakutan, tapi kini ada kamu... pelangiku. Yang selalu setia menunggu hujan reda :) 


Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.

Barasukma (27)

Perempuan itu pernah menahan marah. Beberapa orang terhanyut dalam skenario cerita kehidupan pribadinya yang justru mereka buat sendiri. Apa harus menuturkan alasan mengakhiri sebuah hubungan sebelum mulai mengenal pria baru lagi? Dia dihujat. Dia dicaci. Hanya karena dekat dengan pria lalu dengan mudah pergi. Dianggap tukang mempermainkan, tak pernah serius hingga mementingkan perasaan sendiri. Sekali lagi dia hanya menahan marah dengan opini brengsek dari orang-orang yang tidak tahu pasti. Mereka tidak mengerti, seberapa sering dia menangis sesenggukan mendapati riwayat jelajah dari ponsel seorang laki-laki. Bukan perkara seorang selingkuhan atau permainan hati. Melainkan tubuh-tubuh molek dari dalam layar itu dibiarkan tertangkap kamera perekam dengan serangkaian adegan ranjang. Hampir tiap hari dilihat dan mungkin tidak terhitung jari. Perempuan itu masih tak bisa menganalisa logika seorang laki-laki. Bagaimana bisa meliarkan imajinasi pada ratusan video demi kepuasan onan...