Skip to main content

Oh My Flashdisc

          Tak kalah dengan pedagang kaki lima yang dikejar Satpol PP, kuambil langkah seribu menuju ruang kelasku. Tinggal menikung satu kali ke kanan, dan pas, aku telah berdiri di ambang pintu XI IPA 4. Bak Puteri Indonesia yang sedang melenggang di atas catwalk, seisi kelas memandangiku heran.
Sekedar ba-bi-bu mencari alasan keterlambatanku, kucoba mengatur nafasku. Ini hari baikku, hanya modal telinga untuk satu nasihat aku diijinkan mengikuti pelajaran.
            “Tumben telat, Lin. Ada apa sih?”, tanya Icut begitu kuletakkan pantatku dikursi sebelahnya.
            “Sekali-sekali.”, jawabku singkat yang membuat Icut tersenyum kecut. 3 jam pelajaran kulalui hingga bel istirahat pun berbunyi.
            “Lin, kamu nggak ngumpulin tugas bahasa dari Bu Fani?”, Icut yang tadinya ngambek akhirnya mau memulai pembicaraan.
            “Ada di flashdisc, ntar aja deh.”, jawabku ogah-ogahan.
            Penyakit lupa terlanjur menginfeksiku, sehingga dua hari berlalu namun tugas bahasaku belum juga kukumpulkan.
            “Lin, proposal acara donor darah jangan lupa di print ya!”, pinta Yusuf sang ketua PMR sebelum aku melarikan motorku pulang.
            “Iya, gampang.”.
Begitu sampai di rumah, kubaringkan tubuhku di atas kasur. Hari yang melelahkan. Setelah 7 jam kulalui bersama mata pelajaran, sebuah bantal menggodaku untuk terlelap.
Hari minggu akhirnya datang. Sudah kurencanakan, hari ini akan kuhabiskan waktuku bersama guling kesayanganku. Saat sedang mencoba membenamkan diri dalam dunia mimpi, sebuah getaran muncul dari ponselku. SMS dari Icut.

Lin, Q mo mnta Copy-an data biologi ma foto calon anggota OSIS. Besok ya!

Belum sempat aku mengetik satu huruf pun untuk membalas SMS dari Icut, beberapa detik kemudian hp-ku kembali bergetar. SMS dari Yusuf.

Senin bw Proposal Dnor Drh plus salinan bwt Kepsek.  JGN LUPA OLIN!!!

Berniat ingin mengabaikan semua SMS itu, tapi rasanya kurang sopan. Mengikhlaskan beberapa pulsa reguler-ku untuk membalas kedua orang yang telah mengganggu tidurku itu.

OK

Segera aku klik kirim dan mem-forward nya untuk Icut dan Yusuf. Selesai sudah. Masa bodoh dengan semua urusan dan tugas-tugas yang menggunung. Sunday is a holiday.
I hate Monday. Saat berada disekolahan, rasanya ada yang ganjil denganku. Kuteliti satu per satu bawaanku. Buku-buku dari jam pelajaran pertama sampai terakhir sudah lengkap kubawa. Baju seragam lengkap dengan atribut pun telah terpasang rapi di badanku. Yah, flasdisc. Benda biru muda imut berisi semua data-dataku dan biasa kugantungkan dileher kali ini tidak ada ditempatnya. Mencoba berfikir positif, mungkin flasdisc itu tertinggal di rumah.
Sekolah selesai, segera kucari flasdisc-ku hingga ke sudut terkecil kamarku. Nihil, benda itu tak kunjung kutemukan. Aku mulai panik. Tugas bahasa, proposal donor darah, data biologi, hingga foto calon anggota OSIS semua tersimpan dalam flshdisc itu. Komputerku yang sedang direparasi karena terkena virus membuatku hanya menge-save semua data itu pada flashdisc-ku.
Kutanyakan pada kedua orang tuaku, hingga Mbak Parmi yang sering membersihkan kamarku, tak ada satupun yang melihat flashdisc-ku. Hanya satu jalan keluar, mengatakan yang sesungguhnya pada Icut dan Yusuf.
Kusiapkan mental dan jantungku yang sudah dag-dig-dug. Di ruang rapat, terlihat sesosok cowok jangkung terduduk di kursi ditemani cewek berambut panjang yang berdiri disisinya. Mereka menatapku tajam seolah bersiap untuk melahapku.
“Icut, Yusuf, Aku mau minta maaf…aku…”.
“Ah…udah deh. Trus sekarang gimana?. Mau bikin lagi…mustahil. Acara donor darah batal, urusan OSIS bubrah.”, bentak Yusuf.
“Ma..maaf…tapi.”. Aku tertunduk. Tanpa kusadari aku menangis. Icut dan Yusuf hanya terdiam. Tiba-tiba, Icut memegang pundakku. Kuangkat wajahku dan kulihat Yusuf telah berdiri dihadapanku. Tangan kanannya menggenggam sebuah benda. Begitu ia membuka kepalan tangannya.
“Nih, flasdisc kamu.”.
Kuusap wajahku. Kulihat flasdisc biru muda milikku.
“Aku nemuin ini sehabis rapat kemarin. Makanya jadi orang jangan ceroboh, naruh flasdisc sembarangan.”, nasehat Yusuf.
“Trus, jangan suka nunda-nunda pekerjaan. Ngulur waktu itu nggak baik. Kalau bisa dikerjain sekarang ya harus cepet-cepet di selesaiin.”, tambah Icut.
Satu resep makan siang hari ini. Kurangi kecerobohan dan kemalasan, tambahkan ketelitian dan kecekatan. Kuhela nafas panjang. Huhhh, oh my flashdisc.



Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Barasukma (27)

Perempuan itu pernah menahan marah. Beberapa orang terhanyut dalam skenario cerita kehidupan pribadinya yang justru mereka buat sendiri. Apa harus menuturkan alasan mengakhiri sebuah hubungan sebelum mulai mengenal pria baru lagi? Dia dihujat. Dia dicaci. Hanya karena dekat dengan pria lalu dengan mudah pergi. Dianggap tukang mempermainkan, tak pernah serius hingga mementingkan perasaan sendiri. Sekali lagi dia hanya menahan marah dengan opini brengsek dari orang-orang yang tidak tahu pasti. Mereka tidak mengerti, seberapa sering dia menangis sesenggukan mendapati riwayat jelajah dari ponsel seorang laki-laki. Bukan perkara seorang selingkuhan atau permainan hati. Melainkan tubuh-tubuh molek dari dalam layar itu dibiarkan tertangkap kamera perekam dengan serangkaian adegan ranjang. Hampir tiap hari dilihat dan mungkin tidak terhitung jari. Perempuan itu masih tak bisa menganalisa logika seorang laki-laki. Bagaimana bisa meliarkan imajinasi pada ratusan video demi kepuasan onan...

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.