Untuk kamu,
Bagaimana
jika sejumput cinta meletup ketika disangka sudah padam lama? Aku tidak pernah
tahu. Membayangkan saja aku tidak berani. Kecuali pada hari itu, ketika
berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, dua manusia menghabiskan waktu lama
untuk sekedar rebahan dan bercerita banyak hal berdua.
Aku
pernah menyiksa laki-laki dengan tidak-pastian. Setelah itu semua, ku basuh
karma dengan seseorang setelahnya. Lalu tersakiti sebegitu kejinya. Di
tahun-tahun aku jatuh. Kamu datang dengan senyum malu-malu yang menyalami
melalui banyak kawan. Bertanya kesana-kemari tentangku yang tidak berani kamu
sapa duluan.
Dan
lihat! Bagaimana kamu mencintaiku dengan susah payah sekarang.
Aku hafal
cara kamu merengkuh dengan dewasa. Aku yang cengeng dan kamu meniupi kepalaku
agar tidak kegerahan. Aku yang marah dengan banyak cara sementara kamu tidak
pernah gengsi memeluk dan merayu sampai kita tertawa.
Aku
kagum tabahnya kamu berkata “Iya,” pada setiap perdebatan yang kita bicarakan
berdua. Sampai egoku luruh setelahnya. Tertarik kembali dalam pelukanmu yang
membujuk untuk tidak melanjutkan pertengkaran.
“Masih
banyak masalah ke depannya, lebih sabar ya” katamu tadi malam.
Berapa maaf yang harus aku
utarakan untuk menebus sakit hati yang mungkin kamu tahan-tahan? Betapa
bersyukurnya aku dimiliki kamu. Meski belum seluruhnya. Meski masih panjang jalannya.
Jika terpaksa berpisah, tidak dapat ku bayangkan bagaimana jadinya jika harus
menunggu orang lain lagi. Yang belum tentu sesabar kamu.
Comments
Post a Comment