Skip to main content

Barasukma (13)




















Hallo…

Aku diam, namun dalam kepala ini riuh berbincang. Tugas-tugas ini membuatku separuh gila. Di sela jendela angin mengintip lalu masuk perlahan memikul debu bertebangan. Dari layar yang sedari tadi hitam karena kursos yang berjam-jam tidak sanggup aku gerakan, muncul sesosok bayangan keabu-abuan. Kamu terbaring dalam lelap, entah bermimpi apa. 

Sepi. Ah, kenapa kamu tidak bangun saja? Lalu menemani aku berbincang tentang banyak hal seperti biasanya. Mungkin seketika itu bohlam ide muncul di atas kepalaku untuk menyelesaikan semuanya sebelum deadline tiba. Aku berbalik mencari-cari jurus untuk membangunkanmu dengan satu kata. Ternyata tak mudah. Berakhir pada memandangimu yang terpejam. 

Dadamu berdedup teratur. Samar-samar membentuk irama bersama hatiku yang makin ngilu. Selalu saja aku mati lemas melihat jiwamu yang melayang-layang dalam tidur pulas. Nafasmu lirih malu-malu mirip lagu yang kamu buat tentang aku yang masih kamu pandang dari jauh dulu. Wajahmu bergaris-garis bekas cap bantal namun masih saja semanis kue cokelat pada 14 Februari itu.  Jari-jarimu saling tergenggam di atas perut seperti orang berdoa. Kamu yang membuatku percaya betapa sakralnya sebuah perayaan.  Seperti sekotak kado ulang tahun pertama setelah belasan tahunku tanpa ritual apa-apa. Lengkap dengan tulisanmu yang masih saja berantakan. Hingga kewajiban tanpa kesepakatan untuk mencium tangan yang tak pernah absen kita lakukan untuk melepas kamu pulang tiap malam. 

Baiklah, otakku sudah terpasung di antara kepuasan atas pencapaian memilikimu hingga hari ini. Ribuan tawa, sejumput luka, cemburu-cemburu kecilmu, serta sedikit risihku pada perempuan yang genit dengan banyak cara, semua sudah, dan hati tetap saja sama.

Kita sepakat bahwa pertemuan seperti bulir bening yang muncul dari mata air dan jatuh cinta adalah sebuah air terjun dari atas ke bawah. Lalu dia akan menemukan alirannya. Tapi pada satu titik dia akan berhenti mengalir dan menjadi keruh. Aku bisa berkata”Cukup”. Untuk membuat riak, kamu juga pasti sanggup. Begitu banyak air terjun, tapi padamu aku basah kuyup. Sedangkan bukan cuma kamu yang pandai memikat hati perempuan lalu membawanya hanyut. Mungkin hampir semua orang miliki itu, namun harus kuakui sesuatu. Mereka tak sehebat kamu.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Perempuan dalam Kamar

"Mas, bangun. Jam piro iki.". Sirine macam apa itu yang mampu membuat jiwaku yang sedang melayang-layang langsung kembali ke peraduannya. Oh, rupanya suara ibuku. Sudah pukul setengah tujuh pagi. Entah berapa jam bersama perempuan itu, sampai aku dibuatnya menyerah. Mataku berat, tapi cukup dapat melihat celanaku sudah basah. Lalu aku bangkit dan menuju kamar mandi. Menyirami sisa-sisa peluh bekas gulatan tadi malam. Di kantor sebelum jam makan siang. Ketika melewati lobi, aku melirik ke lekuk wajah perempuan di belakang meja kerjany. Entah menyadari lemparan pandanganku atau memang dia juga ingin menatapku, sedetik kemudian mata kami beradu. Dia tersenyum manis, sangat manis, seperti senyum yang aku lihat dalam cumbuan itu. Aku melangkah mendekat, sembari mengingat isi dompet yang mungkin cukup untuk mengajaknya makan siang bersama. Tinggal beberapa meter, tapi sialnya... "Ayo kita makan.". Rekan kerjaku mengecup mesra keningnya. Mereka bangkit, melengga...

100 Hari Tanda Orang Mau Meninggal

Innalillahi wa innailaihi rojiun, datang dari Allah dan selalu kembali kepada-Nya, semoga kita selalu menjadi orang-orang yang selalu mengingat-Nya dan beruntung serta saling mengingatkan. Tanda 100 hari mau meninggal…. Ini adalah tanda pertama dari Allah kepada hamba-Nya dan hanya akan disadari oleh mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun semua orang Islam akan mendapatkan tanda ini, mereka ada yang sadar dan ada yang tidak. Tanda ini akan berlaku lazimnya sholat Ashar. Seluruh tubuh yaitu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan menggigil. Contohnya seperti daging lembu yang baru disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti. Kita akan mendapati daging tersebut seakan-akan bergetar. Tanda ini rasanya lezat dan bagi mereka yang sadar dan berdetik dihati bahwa mungkin ini adalah tanda mati, maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau merek...