Hallo…
Aku diam,
namun dalam kepala ini riuh berbincang. Tugas-tugas ini membuatku separuh gila.
Di sela jendela angin mengintip lalu masuk perlahan memikul debu bertebangan. Dari
layar yang sedari tadi hitam karena kursos yang berjam-jam tidak sanggup aku
gerakan, muncul sesosok bayangan keabu-abuan. Kamu terbaring dalam lelap, entah
bermimpi apa.
Sepi. Ah, kenapa kamu tidak bangun saja? Lalu menemani aku berbincang
tentang banyak hal seperti biasanya. Mungkin seketika itu bohlam ide muncul di
atas kepalaku untuk menyelesaikan semuanya sebelum deadline tiba. Aku berbalik
mencari-cari jurus untuk membangunkanmu dengan satu kata. Ternyata tak mudah. Berakhir
pada memandangimu yang terpejam.
Dadamu
berdedup teratur. Samar-samar membentuk irama bersama hatiku yang makin ngilu. Selalu
saja aku mati lemas melihat jiwamu yang melayang-layang dalam tidur pulas. Nafasmu
lirih malu-malu mirip lagu yang kamu buat tentang aku yang masih kamu pandang
dari jauh dulu. Wajahmu bergaris-garis bekas cap bantal namun masih saja
semanis kue cokelat pada 14 Februari itu. Jari-jarimu saling tergenggam di atas perut
seperti orang berdoa. Kamu yang membuatku percaya betapa sakralnya sebuah perayaan.
Seperti sekotak kado ulang tahun pertama
setelah belasan tahunku tanpa ritual apa-apa. Lengkap dengan tulisanmu yang
masih saja berantakan. Hingga kewajiban tanpa kesepakatan untuk mencium tangan
yang tak pernah absen kita lakukan untuk melepas kamu pulang tiap malam.
Baiklah, otakku sudah terpasung di antara kepuasan atas pencapaian
memilikimu hingga hari ini. Ribuan tawa, sejumput luka, cemburu-cemburu kecilmu,
serta sedikit risihku pada perempuan yang genit dengan banyak cara, semua sudah,
dan hati tetap saja sama.
Kita sepakat bahwa pertemuan seperti bulir bening yang muncul dari mata
air dan jatuh cinta adalah sebuah air terjun dari atas ke bawah. Lalu dia akan
menemukan alirannya. Tapi pada satu titik dia akan berhenti mengalir dan
menjadi keruh. Aku bisa berkata”Cukup”. Untuk membuat riak,
kamu juga pasti sanggup. Begitu banyak air terjun, tapi padamu aku basah kuyup.
Sedangkan bukan cuma kamu yang
pandai memikat hati perempuan lalu membawanya hanyut. Mungkin
hampir semua orang miliki itu, namun harus kuakui sesuatu. Mereka tak sehebat
kamu.
Comments
Post a Comment