Skip to main content

Barasukma (6)


Aku bukan pecinta yang baik.
Aku mencintaimu dengan berantakan kadang-kadang.
Aku pecemburu.
Aku pemarah.
Dan aku pembuat drama dari masalah-masalah sederhana.
Aku berdusta.

Itupun tanpa sengaja karena terlalu takut kamu dilanda amarah dan curiga.
Namun aku lupa.
Aku tidak pandai berdusta.
Aku pantas dituduh semena-mena.
Aku pantas mendapatkan label biadab.
Tangisku pecah kemana-mana.
Rasa bersalah, rasa takut kamu menyerah,
dan harapan agar kamu tahu hal yang sebenarnya.

Bahwa aku mencintaimu tanpa mendua.
Aku mencintaimu tanpa berniat khianat sedikit saja.

Samar-samar ada yang menggelitik nalar. 
Cinta saja tidak cukup, Nona.
Terlalu banyak rasa tanpa tindakan baik buat apa?
Kamu benar, kamu bukan Tuhan yang tahu bagaimana hati dan pikiran manusia.

Aku makin menangis sejadi-jadinya.
 
Tepat satu tahun ketika kita duduk berdua tak jauh dari taman budaya.
Kamu berkata, kamu sudah lupa bagaimana rasanya jatuh cinta.
Kamu menerangkan bagaimana banyak hal dijalani tanpa rasa sebelumnya.
Aku dungu. Dalam hati aku bertanya
"Lalu kita bagaimana?"
Kita pulang, dengan panggilan sayang yang ala kadarnya.

Entah bagaimana ini bermula.
Kamu mencintaiku dengan luar biasa.
Banyak.
Berjuta banyaknya hal baik yang kamu lakukan demi aku bahagia.

Dadaku sesak dan biarkan aku menangis sekali saja.

Belum pernah aku begitu merasa bersalah
melihat air mata mengalir dari tatapan seorang pria.

Aku pecinta yang buruk.
Aku pecinta yang kadang salah cara.
Berpikirlah tentangku apa saja.
Sampai aku habis kata berkata maaf dan cinta.

Sayang, aku mohon bertahanlah.
Aku mohon percayalah.
Aku pertaruhkan jiwaku untuk mengobati lukamu karenaku ke depannya.
Tetaplah di sini, bersamaku, sayang.



IGD, 29 Maret 2016

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.

Taraa.. This is Tribal Trends

“Sist, aku mau crop tribalnya ya. Ready kapan?”             Yang gila fashion pasti tau dong motif tribal. Motif tribal lagi happening nih. Para desainer juga lagi berlomba-lomba buat menciptakan busana dengan motif tribal. Mulai dari sekadar kaus, rok, blazer, tas, turban, wedges, sampai garskin! Tapi tau nggak sih gimana asal- usul si tribal ini? Penasaran? Let see… Tribal dalam arti kata bahasa inggris artinya kesukuan. So, tribal mencerminkan tentang motif kesukuan seperti gambar rusa, pohon, dll. Hampir mirip sama Indian style tapi bedanya Tribal lebih menonjolkan corak garis garis yang sejajar dan lebih bermacam warna. Sedangkan Indian Style cenderung berwarna gelap dan cokelat. Nah, karena tribal merupakan motif kesukuan berarti motif-motif khas daerah di Indonesia juga bisa dikategorikan sebagai motif tribal. Motif tribal ala Indonesia juga banyak banget. Ada corak suku dayak, tenun ikat, tenun todo