Aku bukan pecinta yang baik.
Aku mencintaimu dengan
berantakan kadang-kadang.
Aku pecemburu.
Aku pemarah.
Dan aku pembuat drama
dari masalah-masalah sederhana.
Aku berdusta.
Itupun tanpa sengaja karena terlalu takut kamu dilanda
amarah dan curiga.
Namun aku lupa.
Aku tidak pandai berdusta.
Aku pantas
dituduh semena-mena.
Aku pantas mendapatkan label biadab.
Tangisku pecah
kemana-mana.
Rasa bersalah, rasa takut kamu menyerah,
dan harapan agar kamu tahu
hal yang sebenarnya.
Bahwa aku mencintaimu tanpa mendua.
Aku mencintaimu tanpa
berniat khianat sedikit saja.
Samar-samar ada yang menggelitik nalar.
Cinta saja tidak
cukup, Nona.
Terlalu banyak rasa tanpa tindakan baik buat apa?
Kamu benar, kamu
bukan Tuhan yang tahu bagaimana hati dan pikiran manusia.
Aku makin menangis sejadi-jadinya.
Tepat satu tahun ketika kita duduk berdua tak jauh dari
taman budaya.
Kamu berkata, kamu sudah lupa bagaimana rasanya jatuh cinta.
Kamu
menerangkan bagaimana banyak hal dijalani tanpa rasa sebelumnya.
Aku dungu.
Dalam hati aku bertanya
"Lalu kita bagaimana?"
Kita pulang, dengan panggilan
sayang yang ala kadarnya.
Entah bagaimana ini bermula.
Kamu mencintaiku dengan luar
biasa.
Banyak.
Berjuta banyaknya hal baik yang kamu lakukan demi aku bahagia.
Dadaku sesak dan biarkan aku menangis sekali saja.
Belum pernah aku begitu merasa bersalah
melihat air mata
mengalir dari tatapan seorang pria.
Aku pecinta yang buruk.
Aku pecinta yang kadang salah cara.
Berpikirlah tentangku apa saja.
Sampai aku habis kata berkata maaf dan cinta.
Sayang, aku mohon bertahanlah.
Aku mohon percayalah.
Aku
pertaruhkan jiwaku untuk mengobati lukamu karenaku ke depannya.
Tetaplah di
sini, bersamaku, sayang.
IGD, 29 Maret 2016
Comments
Post a Comment