Untukmu, lelakiku.
Tuan pemilik seonggok gengsi dan rindu yang begitu dalam.
Kusuguhkan pengantar rindu ini melalui sepenggalan malam.
Ketika bulan larung dan gigil dingin merikuk pada remang.
Lelakiku yang cinta tapi keras kepala
Binar mata masih berjejal dengan serangkaian bisik yang terdengar samar semalam. Bersama sepuntung rokok dan kamu yang selalu marah manakala aku tiba-tiba batuk di antara tidur. Lalu memicingkan larangan dengan letupan cinta yang belum padam.
Lelakiku yang utuh tapi selalu mengeluh
Aku menahan tawa. Lantaran kerutan alismu pada buncit tiap kali menatap pantulan cermin di lemari. Seberapapun kamu merasa gersang dengan ambisi fisik, hujan pujian tak pernah khatam bersama peluk yang menyegalakanmu.
Lelakiku yang satu tapi selalu cemburu
Aku menyerah, pada murkamu yang seolah memamah sajak-sajak patah. Kemari, rebahkan resahmu di atas pangkuanku dan lelaplah. Kediamanmu membuat huruf-huruf berhamburan di rahim puisi tak lagi melahirkan sajak kecuali keheningan.
Lelakiku yang penurut tapi pantas kuanut
Aku menemukan deru di antara putus asa. Membuatku berani memilah hari hingga berpetak-petak. Menitipkan angan pada tiap kotaknya untuk sama-sama kita aminkan. Lalu menguncinya rapat-rapat agar tak tercecer pertikaian kecil kita suatu saat, agar kita tetap ingat
Lelakiku yang membaca tapi diam saja
Cium keningku, lalu katakan kamu menyayangiku dalam pelukan semalaman
Comments
Post a Comment