Skip to main content

Teruntuk Sigaring Nyawa

Aku menulis surat ini perlahan-lahan dengan sedikit rasa kesal. Barangkali kamu akan berfikir bagiku ini mudah. Sialan! Berkali-kali aku menekan backspace untuk menghasilkan kalimat puitis agar kamu terharu, menciumku, lalu kita bercumbu. Tolonglah, ini hari ulang tahunmu. Jangan bahas ng… itu dulu.
Semalaman aku membentuk kata-kata sembari mengingat mata dan bibirmu yang menahan tawa ketika kita saling bertukar bualan. Dengan harapan ia adalah rupa lain doa yang akan membuatmu memikirkanku, kerinduan dan sebuah perasaan yang sudah saling kita tahu.
Kita pernah saling mencintai dengan berantakan, dengan urusan sendiri yang belum terselesaikan. Lantas terpelanting ke arah berbeda oleh kenyataan. Oleh rasa sakit dan tidak nyaman yang masing-masing dari kita percaya bahwa apa yang kita rasakan adalah yang paling benar. Kita menciptakan jarak untuk ditempati luka, kebencian dan sisa-sisa umpatan. Ya, aku akan terus menerus memaafkanmu. Hingga untuk yang terakhir aku akan memaafkanmu sebagai seseorang yang tak kukenal. Bagai sembarang orang di jalanan yang tak sengaja menginjak kakiku dan kubilang tak apa-apa. Kemudian kutinggal begitu saja. Tapi aku lupa… bumi ini bulat.
700 hari lebih kemudian…
Hari ini…
Aku membuka mata ketika pagi mengintip dari balik tirai biru tanpa berani bergerak tiba-tiba lantaran tangan yang masih kamu genggam erat. Ketika mata itu terbuka, akan ada berjuta kebahagiaan yang berusaha diberikan. Ketika badan itu berdiri, akan ada bahu dan dada yang selalu bisa membuatku tenang seketika. Ketika kamu bangun, adalah hari dimana kamu genap berusia 24 tahun.
Lilinmu masih menyala terang. Tiuplah. Tiuplah sampai padam untuk setiap kekecewaan. Tetaplah tegap. Tetaplah menjadi kuat untuk hidup yang tidak pernah memberi kompromi pada dia yang sibuk mengeluh dan berdiam diri.
Balonmu masih terikat di sudut-sudut ruangan. Lepaslah seraya melambungkan doa atas mimpimu yang tinggi. Untuk kemudian kamu setapaki jejaknya sampai ke atas. Memastikan balonmu tidak kehabisan udara. Mengisinya. Lalu membiarkannya terbang tinggi lagi. Terus seperti itu untuk mimpi demi mimpi.
Kuemu masih utuh tanpa irisan. Potong dan bagikan pada orang-orang disekelilingmu. Berikan hal baik untuk mereka yang pantas menerimanya. Bahagiakan orang tua, keluarga, dan siapa saja yang ingin kamu lihat senyumannya.
Kadomu masih terbungkus rapi di tumpukan. Kamu tidak akan pernah tahu isinya sebelum membuka bungkusnya. Teruslah mencoba hal baik tanpa takut gagal. Ambil apapun yang bisa kamu pelajari untuk di bawa pulang. Ingatlah untuk pulang.
Kamu pria sederhana yang mampu membuatku jatuh cinta lagi setelah menghilang sekian lama. Terima kasih sudah terlahir ke dunia 24 tahun lalu. Terima kasih, sayang. Aku menyayangimu begini adanya.
Selamat Ulang Tahun ke Dua Puluh Empat.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Perempuan dalam Kamar

"Mas, bangun. Jam piro iki.". Sirine macam apa itu yang mampu membuat jiwaku yang sedang melayang-layang langsung kembali ke peraduannya. Oh, rupanya suara ibuku. Sudah pukul setengah tujuh pagi. Entah berapa jam bersama perempuan itu, sampai aku dibuatnya menyerah. Mataku berat, tapi cukup dapat melihat celanaku sudah basah. Lalu aku bangkit dan menuju kamar mandi. Menyirami sisa-sisa peluh bekas gulatan tadi malam. Di kantor sebelum jam makan siang. Ketika melewati lobi, aku melirik ke lekuk wajah perempuan di belakang meja kerjany. Entah menyadari lemparan pandanganku atau memang dia juga ingin menatapku, sedetik kemudian mata kami beradu. Dia tersenyum manis, sangat manis, seperti senyum yang aku lihat dalam cumbuan itu. Aku melangkah mendekat, sembari mengingat isi dompet yang mungkin cukup untuk mengajaknya makan siang bersama. Tinggal beberapa meter, tapi sialnya... "Ayo kita makan.". Rekan kerjaku mengecup mesra keningnya. Mereka bangkit, melengga...

100 Hari Tanda Orang Mau Meninggal

Innalillahi wa innailaihi rojiun, datang dari Allah dan selalu kembali kepada-Nya, semoga kita selalu menjadi orang-orang yang selalu mengingat-Nya dan beruntung serta saling mengingatkan. Tanda 100 hari mau meninggal…. Ini adalah tanda pertama dari Allah kepada hamba-Nya dan hanya akan disadari oleh mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun semua orang Islam akan mendapatkan tanda ini, mereka ada yang sadar dan ada yang tidak. Tanda ini akan berlaku lazimnya sholat Ashar. Seluruh tubuh yaitu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan menggigil. Contohnya seperti daging lembu yang baru disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti. Kita akan mendapati daging tersebut seakan-akan bergetar. Tanda ini rasanya lezat dan bagi mereka yang sadar dan berdetik dihati bahwa mungkin ini adalah tanda mati, maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau merek...