Gelap tiba-tiba menyelambu di
haribaan kelam. Gigir dingin menggelayut setengah geram seperti menyeret-nyeret
laju roda koper yang bergulir di lantai bandara. Aku mengigil sedikit. Daripada
tusukan angin mungkin lebih karena hujat gelisah.
Aku di belahan
bumi yang berjarak tak bisa sekali menoleh ke kamar seberang. Tiap-tiap melihat
anak melenggang dengan tas sekolahnya, serbuan tanya memburu seolah minta
pertanggung jawaban. “Apa tugas-tugas kalian sudah selesai?” pekik dalam hati
tak henti.
Ibuku wanita tangguh yang sayangnya
tak terlalu melek teknologi. Sementara ayah merantau di belahan bumi lainnya.
Sebuah keharusan yang tak perlu penebusan kalau aku turut menjamin kalian dalam
hal apapun termasuk pendidikan.
Aku masih ingat ketika salah satu
dari saudara kembar itu menangis karena tinta merah di secarik kertas tugas. Sementara
pada malam yang sudah dini, aku melihatmu dengan mata setengah bergelayut di
depan buku-buku tebal yang ternganga pasrah.
Selepas menelanjangi wajah dari
sapuan bedak, aku kembali mengitip ke dalam kamar. Nyala lampu masih menyambar
terang dan kamu sudah takhluk terpejam. Kalau saja aku pulang lebih awal
pastinya kamu akan menarik ujung bajuku lalu merayu minta diajari.
"Haduh, dek. Beratmu pasti sudah
tiga per empatku sekarang,” gumamku seraya menggendongmu ke peraduan kantuk dan
nyenyak.
Ternyata bukan hanya nyaman yang
membuat seseorang selalu ingin pulang, namun beberapa hal yang tak kuasa untuk ditinggalkan.
Kalian salah satunya. Dua gadis yang lahir bersamaan, enam tahun setelahku dari
rahim yang sama.
Matahari terbenam tak perlu ragu
memikirkan bagaimana siang yang dia tinggalkan. Tidak denganku. Semoga saja
beberapa lembar keringatku dan sarana yang walau masih perlu beberapa waktu sampai lunas bisa menjadi bulanmu sejenak. Hingga kalian tak perlu meringkuk di
antara gelap karena ilmu yang cukup sebagai penunjuk jalan kelak.
Sungguh, betapa mbak menyayangi
kalian sampai tak sanggup mengatakan selain tangis rindu dari kejauhan.
Teruntuk si kembar, dari kakak
sulung yang masih terus terbang memaknai kepak sayap.
Tulisannya asik..
ReplyDelete