Skip to main content

Kavling 19


Ada saatnya sesuatu yang kau lupa akan lebih baik jika kelak kau sendiri yang mengingatnya. Sebab hati manusia bagaikan museum menyimpan banyak kenangan. Museum yang baik menata artefak paling bersejarah, menyusun papirus pentingnya dengan tepat memilah-milah. Museum yang baik akan tau mana yang masih perlu diletakkan di tempat prioritas, dan mana yang dibuang saja ke gudang.
Bagaimana dengan kenangan luka karena kematian? 
Bukankah setiap pertanyaan selalu turun bersama jawabannya. Dan untuk mempertemukan keduanya cuma waktu yang dibutuhkan.

Hargo Dumilah, 2012.

Ini kali pertama aku mendaki. Keluh bercampur peluh seperti memuai bersama gurat-gurat putih awan melayang di kejauhan. Kau tau, ketika kekasih berada jauh, sang rindu tambah ingin direngkuh. Bersamaan dengan pudarnya bayang wajahmu diantara kepulan rokokku, aku turun. Tinggal beberapa langkah kami ber 5 sampai di pos 3. Dering ponsel terdengar nyaring menyampaikan pesan yang diterima terlambat.

Kamu meninggal dunia...?!!!

Seteguk air mineral membakar kerongkonganku. Seperti dilibas parang, tubuhku rapuh seketika. Sinyal sialan menghalangi panggilanku pada nomor yang baru saja mengirimi kami pesan.
Aku berlari turun. Benar-benar berlari dengan pandangan yang kabur tertutup genangan air di mataku. Seorang teman yang kewalahan mengikuti langkahku, ranting-ranting menyayat, jatuh berulang, sampai jurang pun tak kuhiraukan. Aku berlari. Aku ingin segera pulang.

Di kavling 19 aku tersimpuh di atas jasadmu yang sudah terkubur rapat bahkan aku tak sempat menatap. Tangisku pecah. Andai aku pulang lebih awal. Andai kuikuti saranmu untuk menunda pendakian. Andai....

Jogjakarta, 2014.

Terbuat dari apakah kenangan itu? Apakah itu seperti segelas kopi yang selalu dirindu aromanya? Atau seperti lengkingan sax Kenny G? Semisal kenangan bekukan nadi, kau pasti telah pecahkan sumbat jalan darah. Sejak itu aku berlari menuruni gunung. Berlari cepat, lebih cepat dan makin cepat. Berharap aku bisa sampai di rumah lebih awal. Berharap aku bisa menebus pelukan terakhir yang tak kesampaian.

Hallo sayang, sampai lelah aku kehabisan kata untuk memaknai rindu.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.

Barasukma (27)

Perempuan itu pernah menahan marah. Beberapa orang terhanyut dalam skenario cerita kehidupan pribadinya yang justru mereka buat sendiri. Apa harus menuturkan alasan mengakhiri sebuah hubungan sebelum mulai mengenal pria baru lagi? Dia dihujat. Dia dicaci. Hanya karena dekat dengan pria lalu dengan mudah pergi. Dianggap tukang mempermainkan, tak pernah serius hingga mementingkan perasaan sendiri. Sekali lagi dia hanya menahan marah dengan opini brengsek dari orang-orang yang tidak tahu pasti. Mereka tidak mengerti, seberapa sering dia menangis sesenggukan mendapati riwayat jelajah dari ponsel seorang laki-laki. Bukan perkara seorang selingkuhan atau permainan hati. Melainkan tubuh-tubuh molek dari dalam layar itu dibiarkan tertangkap kamera perekam dengan serangkaian adegan ranjang. Hampir tiap hari dilihat dan mungkin tidak terhitung jari. Perempuan itu masih tak bisa menganalisa logika seorang laki-laki. Bagaimana bisa meliarkan imajinasi pada ratusan video demi kepuasan onan...