Kadang kamu harus keras terhadap dirimu sendiri. Untuk melawan rasa sakit lama, untuk menjadi yang lebih kuat setelahnya.
10-12-2013, 17.00, basecamp Pendakian Lawu, Cemoro Sewu
Semenjak rasa sakit itu ada, semenjak dia yang aku kira bisa tetap singgah namun memutuskan untuk pergi, aku melawan rasaku sendiri. Aku kira jika aku lelah mungkin aku bisa berhenti. Aku seringkan berlari, berenang lebih dalam. Tapi aku belum mampu ikhlas.
10-12-2013, 17.00, basecamp Pendakian Lawu, Cemoro Sewu
Semenjak rasa sakit itu ada, semenjak dia yang aku kira bisa tetap singgah namun memutuskan untuk pergi, aku melawan rasaku sendiri. Aku kira jika aku lelah mungkin aku bisa berhenti. Aku seringkan berlari, berenang lebih dalam. Tapi aku belum mampu ikhlas.
“Bissmillah...”.
Kami bertujuh memasuki gapura dan mulai
berjalan menyusuri sususan batu setapak menaiki gunung lawu. Dari pukul 18.00 sampai dini hari kami diguyur hujan. Yang paling jauh adalah
perjalanan dari pos 1 ke pos 2. Sedangkan yang paling berat adalah perjalanan
dari pos 3 ke pos 4, tanjakan tersusun tinggi dan beberapa ada yang curam menyita banyak tenaga kami. Lima belas menit berjalan, lalu berhenti, lima belas menit berjalan, berhenti lagi. Maklum, banyak diantara kami yang pemula. Apalagi
hujan membuat licin bebatuan dan kami harus berhati-hati. Jas hujanku saja termodifikasi menjadi model hotpants sebelah karena robek. Sekitar pukul 01.00, kami
sampai di pos 4. Karena lokasi yang tidak terlalu mendukung, kami mendirikan
tenda beberapa meter setelah pos 4. Diantara hutan lebat gunung Lawu, kami bermalam.
Pagi hari di gunung Lawu, beberapa kilometer sebelum puncak.
Pukul 08.00 kami melanjutkan perjalanan
menuju puncak.
Melewati hamparan sabana yang menari-nari dengan indahnya.
Bertemu beberapa pendaki dari berbagai daerah di perjalanan, bercerita tentang pengalaman di perjalanan sungguh sangat
menyenangkan.
“Puncaknya masih jauh nggak , mas?” tanyaku pada tim pendaki
yang aku temui di perjalanan.
“Tinggal sepuluh...”, jawab mereka menggantung.
“Sepuluh kilo? Sepuluh menit?”.
“Sepuluh langkah lagi.”, salah seorang dari mereka berseru.
Aku berlari ke atas. Sebuah berdera sudah terlihat.
Aaaaaaa...... disinilah aku sekarang.
11-12-2013, 09.30,
Hargo Dumilah, Puncak Lawu
Pandangan mataku terjatuh diantara kapas-kapas langit yang
berkeliling. Puncak-puncak bukit dibawah yang merobek gumpalan awan. Oh
sungguh, tidak ada kata yang mampu mengaksarakan lukisan tangan Yang Maha Esa.
Yang lain sibuk membongkar isi tas dan menikmati camilan
seadanya. Sementara aku masih mengambil nafas dan menghembuskannya perlahan.
Ini kali pertamanya aku berada di puncak gunung. Rasanya? Campur aduk. Letih
yang terbayar rasa bangga akan diri sendiri. Kantuk yang terbangunkan
visualisasi indahnya alam sekitar. Tanpa sinyal telefon, tanpa deadline
kerjaan, dan bising kendaraan jalanan. Sunyi... seperti begitu dekat dengan
Tuhan, begitu dekat dengan kematian. Kamu akan merasa, atau mungkin aku yang pada
saat itu merasa benar-benar sendiri. Saat itulah aku sangat rindu dengan rumah.
Setelah mengabadikan kenangan dalam beberapa jepretan lensa,
kami berkumpul dan hendak turun. Hallo para pria... selamat berpacking ria.
Sementara aku... lihatlah
Dan tidak ada yang berani membangunkan aku hingga packing selesai.
“Ayo pulang...”. Seseorang mengulurkan tangannya dan
tersenyum.
Aku meraihnya segera. Ingin menggenggamnya lebih lama. Beberapa
detik sentuhan jemarinya diantara kulit telapak tanganku seolah mengalirkan
arus keseluruh tubuh. Hingga ke pipi dan membuatnya merona merah. Aku membuang
muka ke arah lain. Malu. Aku berdiri dan berjalan beriringan di sisinya. Jejak
demi jejak menuruni bukit, tak pernah sedikitpun dia meninggalkan aku jauh di
depan. Beberapa kali berhenti menunggu langkahku yang perlahan menahan rasa pegal.
“Lebih romantis mana? Naik mobil atau naik gunung berdua?”,
aku melempar canda diantara nafas yang terengah-engah.
Dia hanya tertawa manis. 4 orang dari rombongan kami
berjalan lebih dahulu. Kemudian disusul salah seorang yang berjalan beberapa
meter didepanku. Tapi dia... Dia justru memperlambat jalannya mensejajariku
dibelakang.
“Ati-ati rin”
Deg... aku terdiam. Terharu ketika ada seseorang yang siap
berdiri dibelakangmu untuk menjagamu dan memperhatikanmu agar tidak terjatuh. Aku
lupa berapa kali dia menyemangatiku yang kadang mendengus lelah. Dari saat
berangkat, hingga langkah terakhir sebelum basecamp.
11-12-2013 16.05, basecamp Pendakian Lawu, Cemoro Sewu
Kami berdua sampai di basecamp. Aku rebahkan badanku diatas
tikar yang sudah tergelar. Oh Tuhan, ini melegakan. Setelah merapikan barang
bawaan dan melepas lelah sejenak, kami menghidupkan mesin motor dan bersiap
pulang. Diantara angin malam yang menyapu wajahku, aku tertidur di punggungnya.
Anggota tim pendakian Lawu, 111213. Wanita tangguh diantara pria-pria perkasa. Lawu, ada hal yang indah di sana. Aku sudah melepas kamu, mencoba benar-benar melepas kamu. Ada sesuatu yang
tertinggal di atas sana. Hati, dan segala kerinduan yang suatu saat akan
membawaku kembali. Semoga masih dengan dia lagi
jadi pengen muncak ke lawu, bener2 keren mbak :D
ReplyDeletesilahkan coba, pasti nagih :)
ReplyDelete