Skip to main content

Berputarlah dan raih tanganku lagi

Pohon itu bisu, tapi punya sejuta maksud mengapa rantingnya tumbuh ke kanan kiri, mengapa buahnya matang, jatuh dan busuk, atau mengapa akarnya mencengkeram tanpa kamu tahu seberapa dalam, namun batangnya diam. Sama halnya aku yang berdiam diri melepas kamu pergi. Tanpa mencoba mencegah langkahmu berlalu. Malam itu aku hanya mampu menatap punggung kakumu yang buram tertutup genangan air di mataku. Di ujung gang... dan tak terlihat lagi. Aku tahu setiap yang datang dan pergi pasti punya alasan. Hanya saja sebab kedatangan lebih mudah diterima dari pada sebab kepergian.

Tangisku terjatuh, seiring tetesan embun mati terpecah membentur tanah. Ada yang pernah berkata, kamu itu embun dan aku sehelai daun. Embun tak perlu warna untuk membuat daun mencintainnya.  Begitupun kamu. Kamu juga embun yang terjatuh tanpa aku sadari rintiknya. Aku biarkan kamu singgah di permukaanku. Menari-nari bersama pagi dan bias-bias matahari. Hingga tiba waktunya kamu jatuh. Kamu pergi. Tanpa aku punya daya untuk menahannya. 

Aku pernah ragu dalam mencintaimu. Itulah sebenarnya sebab pertengkaran terakhir kita. Ucapanmu itu manis, tapi tidak terlalu mudah untuk aku telan. Kerongkonganku sudah terlanjur mengering. Hebatnya kita, sama-sama punya pikiran yang tak mau dikalahkan. Tapi untuk kali ini, aku kalah dari dalam. 

“Yasudah. Terserah kamu.”, ucapku terakhir kali. Selalu ada harapan, meski sekecil apapun, dibalik kata terserah dan yasudah. Dan Tuhan pasti tau itu. 

Siang itu kamu sudah di hadapanku lagi. Hey kamu, apa kabar setelah meninggalkanku? Egoku bilang makan siang itu tak lebih dari sekedar mengisi perut yang lapar. Tapi lemahku berkata aku merindukanmu. Aku bahkan kehilangan pundak yang belum sempat aku rengkuh. Sungguh, tidak ada sedikitpun benci atas apa yang sudah kamu pilih. Sudah sering aku katakan, untuk apa mempertahankan orang yang bahkan berniat ingin pergi?

Sesaat kemudian (yang terlampau lama bagiku untuk menerima kenyataan bahwa kamu bukan lagi untukku) kamu kembali. Kenapa kembali? Adakah yang tertinggal? Atau kamu merasa lebih baik di sini? Aku lelah berpura-pura seolah aku baik-baik saja. Apapun itu, aku mengulang dengan senang hati. Jika kamu kira aku tak punya cinta, tak bisa rindu, tak ada percaya untuk kamu. Ketahuilah bahkan kamu sudah mendominasi sebagian besar isi kepala. Jika sudi, tetaplah di sini. Jangan buat aku merasa seolah tak punya hal yang patut untuk diperjuangkan.

Dan burung biru mungil itu berkicau lagi. Katakan, aku menyayangimu lagi dan lagi.


Untuk kamu yang sampai detik ini kadang masih sukar aku artikan

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.

Taraa.. This is Tribal Trends

“Sist, aku mau crop tribalnya ya. Ready kapan?”             Yang gila fashion pasti tau dong motif tribal. Motif tribal lagi happening nih. Para desainer juga lagi berlomba-lomba buat menciptakan busana dengan motif tribal. Mulai dari sekadar kaus, rok, blazer, tas, turban, wedges, sampai garskin! Tapi tau nggak sih gimana asal- usul si tribal ini? Penasaran? Let see… Tribal dalam arti kata bahasa inggris artinya kesukuan. So, tribal mencerminkan tentang motif kesukuan seperti gambar rusa, pohon, dll. Hampir mirip sama Indian style tapi bedanya Tribal lebih menonjolkan corak garis garis yang sejajar dan lebih bermacam warna. Sedangkan Indian Style cenderung berwarna gelap dan cokelat. Nah, karena tribal merupakan motif kesukuan berarti motif-motif khas daerah di Indonesia juga bisa dikategorikan sebagai motif tribal. Motif tribal ala Indonesia juga banyak banget. Ada corak suku dayak, tenun ikat, tenun todo