Skip to main content

Lagu Hening Ujung Jalan

Langkah kaki seorang gadis tiba-tiba memecah petikan gitar di dalam sebuah toko alat musik. Seorang pemuda menoleh kaget lalu meletakkan kembali gitar akustik pada sebuah sandaran kayu berlapis plitur mengkilap. Lindhu namanya, dan dia hanya tersenyum kikuk tanpa bersuara.

"Gitarnya bagus. Maaf aku lancang mencobanya.", kata Lindhu sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal. Gadis itu masih diam. Mungkin si gadis sama juga dengan ayahnya, pemilik toko alat musik di ujung jalan ini yang terkadang memarahi Lindhu karena masuk ke tokonya hanya untuk mencoba memainkan gitarnya.

"Baiklah... aku keluar sekarang.". Lindhu melangkak mundur mendekati pintu lalu keluar membaur bersama jalanan kota tua. Dia masih melirik ke arah gitar akustik berwarna cokelat di deretan tengah. Kelak ketika recehannya terkumpul, ia akan membeli gitar untuk teman hidup di jalanan. Tak harus bagus, setidaknya dia ingin punya gitar. Dan ternyata gadis itu masih diam di tempat saat Lindhu keluar toko, hanya menatap, tanpa bersuara, dan memawa secarik kertas yang entah apa isinya.
Gadis itu Hera. Yang selalu suka memandangi Lindhu menyanyi di tepian jalan raya. Akhir-akhir ini Hera sering mematung diantara deretan gitar dan melihat kepandaian Lindhu menarikan jarinya. Ia hanya melihat, tidak mendengar, dan tidak bicara. Sembari menggenggam secarik kertas bergambarkan not not sebuah lagu.

Suatu hari Lindhu kembali masuk ke dalam toko alat musik itu saat paman pemilik sibuk di belakang. Lindhu beranikan diri menyapa Hera
"Hay... mmm kamu suka musik?".
Hera diam.
"Tentu saja suka. Jenis musik apa? Pop? Rock? Atau RnB?"
Hera masih diam dan berkedip.
"Oh mungkin kamu suka semuanya.", Lindhu menjawab sendiri.
Tiba-tiba Hera menyerahkan secarik kertas pada Lindhu. Sebuah lagu pengantar tidur yang biasa dinyanyikan seorang ibu untuk anaknya.
"Apa kamu ingin aku memainkannya?", tanya Lindhu. Hera tetap diam.
Lindhu perlahan memainkan lirih nada-nada dalam secarik kertas itu. Hera menatap tiap gerakan bibir Lindhu. Hatinya seperti menari bersama dawai-dawai gitar.
Lagu itu, lagu yang sering dinyanyikan ibunda Hera untuknya. Meski Hera tak bisa mendengar. Ia bisa merasakan suara lembut ibunya yang tak pernah letih bernyanyi mengantar Hera terlelap. Hingga suatu ketika Hera bangun dan tubuh kaku ibunya tergeletak di sisi tempat tidur. Terakhir kali ia menyaksikan nyanyian itu sebelum hari ini.
Dalam bait terakhir, Hera mengangkat tangannya dan memberi isyarat terima kasih. Hera tiba-tiba melangkah ke belakang. Lindhu heran, mau apa gadis itu. Tak berapa lama Hera kembali dengan sebuah gitar tua tapi masih cukup nyaring untuk dipetik. Hera lalu mengambil sebuah pulpen dari saku kemejanya dan menggoreskan beberapa kata dibalik secarik kertas not itu.

Nyanyikan lagu ini untukku. Pakai gitar ini dan nyanyikan di jalanan kota. Aku akan melihatmu dari balik jendela.
Nb: soal ayahku, tenang saja, aku akan mengurusnya

Beberapa hari pasca kejadian itu Lindhu selalu mendendangkan Lagu Hera. Hingga suatu hari Hera tak lagi melihatnya di jendela. Tak ada lagi gadis yang menatapnya dari kejauhan. Gadis yang selalu menyukai nyanyiannya meski lewat gerakan bibir saja. Tinggal toko alat musik beku dengan paman pemilik yang selalu merindukan almarhumah putrinya.

Lindhu terdiam. Ternyata ada hal yang tidak bisa ditangkap oleh indera tapi bisa dirasakan. Seperti kenangan, cinta, dan kehilangan misalnya.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku

Barasukma (18)

Ada yang mengapung di dalam mataku. Sesuatu seperti luka. Tapi riaknya terlalu kecil untuk membuatmu sadar bahwa rindu kita telah tercemar. Aku menyimpan semua rapat-rapat. Hanya untuk menunggu waktu yang tepat. Mengirimimu kartu ucapan bergambar darah dengan sebuah tulisan berbunyi 'terlambat'.

Taraa.. This is Tribal Trends

“Sist, aku mau crop tribalnya ya. Ready kapan?”             Yang gila fashion pasti tau dong motif tribal. Motif tribal lagi happening nih. Para desainer juga lagi berlomba-lomba buat menciptakan busana dengan motif tribal. Mulai dari sekadar kaus, rok, blazer, tas, turban, wedges, sampai garskin! Tapi tau nggak sih gimana asal- usul si tribal ini? Penasaran? Let see… Tribal dalam arti kata bahasa inggris artinya kesukuan. So, tribal mencerminkan tentang motif kesukuan seperti gambar rusa, pohon, dll. Hampir mirip sama Indian style tapi bedanya Tribal lebih menonjolkan corak garis garis yang sejajar dan lebih bermacam warna. Sedangkan Indian Style cenderung berwarna gelap dan cokelat. Nah, karena tribal merupakan motif kesukuan berarti motif-motif khas daerah di Indonesia juga bisa dikategorikan sebagai motif tribal. Motif tribal ala Indonesia juga banyak banget. Ada corak suku dayak, tenun ikat, tenun todo