"Denting yang berbunyi dari dinding kamarku......"
Aku terpejam bersama iringan detak jantung yang senada dengan putaran lagu lirih dari pengeras suara. Nafasku mengalun lembut. Pikiran ini kosong, layaknya harapan yang hanya dirasa pada sebuah percakapan singkat via telefon. Ada kerinduan disini. Kenapa terasa sesak tiba-tiba. Lalu rasanya membaur bersama hempusan angin air conditioner. Klise klise memory seakan berputar di benakku. Menjadikan sebuah replay film dalam keneningan. Aku takut membuka mata.
Aku rindu kita
Aku rindu harus terjaga untuk sekedar memastikan seseorang sampai di rumah. Aku rindu mendapati pesan singkat saat bangun tidur. Aku rindu omelan kecil kekhawatiran ketika lambungku mulai merintih. Aku rindu ketenangan dalam sebuah kecupan kening yang lembut. Aku takut membuka mata.
Lalu gambar wajahmu seolah nampak dekat. Begitu terasa makin jelas ingatan tentangmu semuanya buyar. Seperti debu yang ditiup dan hilang butirannya kemudian. Satu demi satu sakit menyayat pilu. Saat beberapa peran antagonis mulai masuk ke dalam ceritanya. Aku semakin takut membuka mata.
Hingga seolah semua telah menjelma jadi rasa sesal. Benci akan sebuah pengkhianatan. Dan sejak itu aku enggan peduli sosokmu. Mencoba untuk tidak peduli. Hingga saat ini pun.... Aku masih takut membuka mata.
Lalu denting mulai melirih. Membungkam pelan apa yang hendak ia katakan pada semesta. Dan dinding masih berdiri. Dingin. Kaku.
Aku rindu kebiasaan kita, bukan rindu kamu.
Dan aku masih terpejam hingga sekarang. Menunggu ia yang mampu membuka mataku. Agar aku tak takut lagi. Agar aku tak takut lagi untuk mencinta.
Aku terpejam bersama iringan detak jantung yang senada dengan putaran lagu lirih dari pengeras suara. Nafasku mengalun lembut. Pikiran ini kosong, layaknya harapan yang hanya dirasa pada sebuah percakapan singkat via telefon. Ada kerinduan disini. Kenapa terasa sesak tiba-tiba. Lalu rasanya membaur bersama hempusan angin air conditioner. Klise klise memory seakan berputar di benakku. Menjadikan sebuah replay film dalam keneningan. Aku takut membuka mata.
Aku rindu kita
Aku rindu harus terjaga untuk sekedar memastikan seseorang sampai di rumah. Aku rindu mendapati pesan singkat saat bangun tidur. Aku rindu omelan kecil kekhawatiran ketika lambungku mulai merintih. Aku rindu ketenangan dalam sebuah kecupan kening yang lembut. Aku takut membuka mata.
Lalu gambar wajahmu seolah nampak dekat. Begitu terasa makin jelas ingatan tentangmu semuanya buyar. Seperti debu yang ditiup dan hilang butirannya kemudian. Satu demi satu sakit menyayat pilu. Saat beberapa peran antagonis mulai masuk ke dalam ceritanya. Aku semakin takut membuka mata.
Hingga seolah semua telah menjelma jadi rasa sesal. Benci akan sebuah pengkhianatan. Dan sejak itu aku enggan peduli sosokmu. Mencoba untuk tidak peduli. Hingga saat ini pun.... Aku masih takut membuka mata.
Lalu denting mulai melirih. Membungkam pelan apa yang hendak ia katakan pada semesta. Dan dinding masih berdiri. Dingin. Kaku.
Aku rindu kebiasaan kita, bukan rindu kamu.
Dan aku masih terpejam hingga sekarang. Menunggu ia yang mampu membuka mataku. Agar aku tak takut lagi. Agar aku tak takut lagi untuk mencinta.
Comments
Post a Comment