Skip to main content

'BISA' sih, tapi 'MAU' nggak?



Kadang seseorang itu nggak sadar ada kekuatan dalam dirinya. Ini bukan soal superhero atau ilmu metafisika ya. Tapi gimana melawan rasa takutmu sendiri sampai kamu bener-bener harus nekat bahwa kamu pasti bisa lakuin itu.

Sore hari, agak mendung
“Mbak ini kok TV nya jadi burem?”, kata salah satu adik kembarku.
“Coba ganti channelnya.”
Klik klik klik. Beberapa kali dia mengganti channel. Tetap saja gambar di televisi itu buram. Mungkin antenanya gerak. Kemarin hujan deras mengguyur kota kami. Angin kencang juga sempat membuat rusak bangunan-bangunan di beberapa tempat. Mungkin angin itu juga yang membuat antena rumah kami bergeser sehingga gambar televisi kami buram. Dulu, saat ayah dirumah, beliau yang naik keatap lantai 3 untuk membenarkan antena. Sekarang ayah di luar kota. Sedangkan ibuku sudah cukup tua dan gemuk untuk memanjat ke atap, bisa jadi anak tangga rubuh diinjak oleh ibu. Haha (maaf bu :p). Aku juga tidak mungkin menyuruh adikku yang masih kecil itu. Daridulu ayah dan ibu selalu mengajariku untuk mandiri. Jangan minta bantuan oranglain selama itu bisa dikerjakan sendiri. Oke, aku naik ke atap. 

Ini bukan masalah gamau naik. Tapi.. Pengakuan. Aku takut ketinggian. Tapi kalo takut terus kapan naiknya? Kalo nggak dicoba kapan beraninya?
Langkah pertama naik, sukses. Langkah kedua naik, sukses. Langkah ketiga.. mampus… aku nggak sengaja liat kebawah. Badanku bergetar. Tenang rin.. tenang. Terus aja aku nekat naik. Dan yeeee sampai di atas. Beberapa kali memutar antena, akhirnya
“Udah jelas mbak gambarnya.”
Oke waktunya turun. Tantangan lagi. Gimana jadinya bisa naik tapi gabisa turun. Pelan-pelan.. satu anak tangga, dua anak tangga. Terus.. terus. Hadeeeeeh akhirnya sampai dibawah.

Terus apa intinya cerita ini?
Bentar

Beberapa bulan kemudian aku putus dengan pacarku. Terus apa hubungannya sama naik anak tangga tadi?
Malam hari di kamar ibu. Mataku masih agak sembab.
“Udah. Yang penting sekarang kamu balik ke prioritas kamu sebelum kenal dia.”
“Iya bu.”

Aku mikir. Kejadian putus ini hampir mirip sama kejadian naik anak tangga itu. Ini bukan masalah bisa atau nggak bisa. Semua orang kalo usaha pasti bisa. Kayak aku usaha naik anak tangga. Kayak gitu juga aku usaha lupain dia. Tapi ini masalah mau atau nggak mau. Kadang orang terlalu takut keluar dari zona nyamannya. Jadi milih buat bercumbu sama rasa sakit hati. Aku bisa lawan rasa takut ketinggian karena keadaan dulu. Ini juga keadaan kan gabisa sama-sama lagi. Yaudah dilawan aja rasa takutnya. Kalo naik anak tangga dan takut ketinggian, jangan liat ke bawah, terus naik, pelan-pelan. Ini juga gitu. Jangan liat ke belakang, dibuat santai, pelan-pelan. Dan aku sudah sampai atas. Sudah bisa lupakan yang dulu-dulu. Terus ketemu orang baru, jatuh cinta, dan mulai kisah baru

Bisa kan? Ya Karena aku mau

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Untuk Perempuan Yang (Pikirannya masih) Sedang Di Pelukan

"Jika yang suci selalu bening, maka tidak akan pernah ada kopi di antara kita." - Sujiwo Tedjo. Perempuan di depanku memandang kosong menembus kaca yang dibasahi bulir-bulir hujan di luar. Sudah berapa prosa yang di dalamnya terdapat adegan seseorang memandangi jendela? Nyatanya keheningan seolah menitip pesan untuk sepi pada setiap tatapan kosong yang pikirannya sedang dikembarakan. Sepi seperti telah menipuku dengan damai. Padahal aku menangkap jelas bagaimana sulitnya perempuan ini berdamai dengan lukanya sendiri. Tak pernah ada yang benar-benar baru, kan? B ahkan untuk sebuah harapan yang benar-benar tersembunyi pada palung hati sekalipun. Tebuat dari apa hati perempuan ini? Kenapa sulit sekali menerima kenyataan yang memang sering tak sesuai keinginan. Tiba-tiba meja di depan kami terasa begitu luas. Sampai aku tak bisa menjangkau perempuan yang sedihnya bisa membuatku kehilangan separuh nyawa agar bangun dari lamunannya. ”Kamu baik-baik saja?” tanyaku...

Perempuan dalam Kamar

"Mas, bangun. Jam piro iki.". Sirine macam apa itu yang mampu membuat jiwaku yang sedang melayang-layang langsung kembali ke peraduannya. Oh, rupanya suara ibuku. Sudah pukul setengah tujuh pagi. Entah berapa jam bersama perempuan itu, sampai aku dibuatnya menyerah. Mataku berat, tapi cukup dapat melihat celanaku sudah basah. Lalu aku bangkit dan menuju kamar mandi. Menyirami sisa-sisa peluh bekas gulatan tadi malam. Di kantor sebelum jam makan siang. Ketika melewati lobi, aku melirik ke lekuk wajah perempuan di belakang meja kerjany. Entah menyadari lemparan pandanganku atau memang dia juga ingin menatapku, sedetik kemudian mata kami beradu. Dia tersenyum manis, sangat manis, seperti senyum yang aku lihat dalam cumbuan itu. Aku melangkah mendekat, sembari mengingat isi dompet yang mungkin cukup untuk mengajaknya makan siang bersama. Tinggal beberapa meter, tapi sialnya... "Ayo kita makan.". Rekan kerjaku mengecup mesra keningnya. Mereka bangkit, melengga...

100 Hari Tanda Orang Mau Meninggal

Innalillahi wa innailaihi rojiun, datang dari Allah dan selalu kembali kepada-Nya, semoga kita selalu menjadi orang-orang yang selalu mengingat-Nya dan beruntung serta saling mengingatkan. Tanda 100 hari mau meninggal…. Ini adalah tanda pertama dari Allah kepada hamba-Nya dan hanya akan disadari oleh mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun semua orang Islam akan mendapatkan tanda ini, mereka ada yang sadar dan ada yang tidak. Tanda ini akan berlaku lazimnya sholat Ashar. Seluruh tubuh yaitu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan menggigil. Contohnya seperti daging lembu yang baru disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti. Kita akan mendapati daging tersebut seakan-akan bergetar. Tanda ini rasanya lezat dan bagi mereka yang sadar dan berdetik dihati bahwa mungkin ini adalah tanda mati, maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau merek...