Don't judge my path if you haven't walked my journey
Gue pegang prinsip itu. Bukannya gue gasuka, Cuma gue kurang
respect sama orang yang sok mau tau masalah orang lain. Tiap gue ngeposting di twitter
yang dibacanya agak mellow, gue langsung dikatain galau. Hey guys, apa yang gue
tulis belum tentu semuanya gue alamin sendiri, belum tentu juga gue asal nulis
gitu aja.
Kebanyakan orang menganggap bisa ngebaca kisah seseorang
dari TL nya. Iya sih, kita nilai aja pakai angka itu 80%. 80% yang ditulis seseorang
di postingan dia may be itu lah yang dia alami. Sisanya? Ya bisa aja itu orang
asal nyablak kayak beberapa postingan dari seleb twit.
Kita ga akan ngebahas like or dislike. Kita ngebahas soal..
anying gue juga lupa mau bahas apa. Oh oke, gue inget. Gue update twitter dulu.
Haha
140 karakter, yap. Disetiap postingan kita dibatasi oleh
jumlah font yang cuma bisa 140 karakter. Mau lo lagi marah, lagi jatuh
cinta, lagi gundah gulana, nangis darah, satu posting yaudah 140 karakter aja. Sebatas
itu ungkapan perasaan lo.
Let see, gue mikir aja. Kenapa musti 140 karakter? Kalo perasaan
itu bener-bener meluap gimana? Jawabannya, ya ditahan. Terkadang untuk
mengungkapkan suatu hal, kita dibatasi oleh hal lain. Entah itu dibatasi tata krama,
dibatasi ego, atau bahkan rasa malu dan dibatasi teknis seperti twitter itu
tadi.
Nggak semua yang lo alami atau lo rasain bisa lo
publikasikan. Ada kalanya lo harus menyimpan rapat beberapa hal untuk jadi
koleksi memori lo sendiri. Terkadang juga lo nggak perlu begitu terbuka ke
orang. Nggak usah terlalu banyak nyritain kehebatan maupun kekurangan lo, lo
perlu tau gimana orang itu memperlakukan lo yang bukan siapa-siapa dan biasa
aja.
Disetiap 140 karakter itu pasti punya kisah. Dan si penulis
dan Tuhan lah yang tau benar apa yang orang itu rasakan.
Setidaknya gue pernah ngerasain, gimana jatuh cinta dalam
140 karakter, marah dalam 140 karakter, sedih dalam 140 karakter, dan memaknai
suatu hal sederhana dalam 140 karakter…..
Comments
Post a Comment