Naraya menangis. Dia tepis kedua lenganku yang hendak meraihnya. Dia terisak-isak mencengkeram gaun putih yang kuberikan lalu melemparkannya ke lantai seraya tubuh yang tersungkur tak berdaya. ********** Gadis itu mengerutkan kedua alis yang melengkung seperti bulan di awal sabit. Purnama penuh anggun bertahta dibekap awan. Cahayanya pecah di semburat wajahnya yang tak lagi ada senyuman. Gadis itu bernama Naraya, sudah hampir satu tahun dia tak melewati batas pekarangan rumah. Sampai putih tubuh hingga ke siku-siku begitu dia berani memecah cangkang bungkamnya. Sungguh, aku ingin menghapus satu tahun ini kalau mampu. Sebab tiap cinta, sedikit atau banyak akan meminta kembali. Meski cuma berupa senyuman sebagai penanda bahwa "dia cukup bahagia". Naraya menurunkan kaki ke permukaan sungai. Telapaknya memecah aliran. Tiba-tiba matanya terlempar ke beberapa gadis yang sedang berjalan menyeberang jembatan. Matanya menatap gadis bergaun putih. Diam. Lalu tiba-tiba...
Kenapa harus berlari jauh kalau terkadang ketenangan kecil justru yang memberi kebahagiaan